kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

IHSG cukup defensif dari sentimen konflik AS-Iran, simak rekomendasi analis berikut


Kamis, 09 Januari 2020 / 19:11 WIB
IHSG cukup defensif dari sentimen konflik AS-Iran, simak rekomendasi analis berikut
ILUSTRASI. Layar pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (27/12/2019).


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Iran semakin memanas, pasca kematian Jenderal Militer Iran Qasem Soleimani. Meski sempat tertekan hingga 0,85% pada perdagangan kemarin ke level 6.225,69, hari ini, Kamis (9/1), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru ditutup menguat 0,78% ke level 6.274,49.

Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan ini sejalan dengan pengalaman sebelumnya, dimana Amerika Serikat (AS) sering terlibat dalam konflik Timur Tengah. Dia mencontohkan kasus penyerangan World Trade Center (WTC), pada saat itu bursa dalam negeri tidak terdampak signifikan.

“Ada kemungkinan peristiwa di Iran ini kita akan cuek saja. Tetapi tergantung Iran membalas seperti apa, yang masih harus kita lihat lagi dalam beberapa waktu ke depan. Kalau berkaca dari pengalaman yang sudah, tidak ada masalah,” jelas Teguh, Kamis (9/1).

Baca Juga: Trump tak akan balas menyerang, IHSG menguat 0,78% pada Kamis (9/1)

Justru yang perlu diperhatikan adalah sikap Iran merespons konflik ini. Sebagai salah satu negara produsen minyak terbesar di dunia, sikap Iran akan sangat mempengaruhi pergerakan harga minyak. Hal ini akan merembet pada kenaikan harga komoditas lainnya seperti batubara dan emas. Pada akhirnya, ini akan menjadi sentimen negatif bagi IHSG.

Karena belum diketahui seperti apa respons Iran, sejauh ini, Teguh melihat pasar cenderung stagnan lantaran investor akan lebih menunggu. Para pemegang saham juga belum akan menjual kepemilikannya, karena peluang antara kenaikan harga minyak ataupun penurunannya masih cenderung 50:50.  

Per hari ini, minyak West Texas Intermediate (WTI) justru melemah berada di posisi US$ 59,66 per barel.

Dengan kondisi tersebut, Teguh berpendapat saham-saham yang cukup defensif dari sentimen tersebut bergerak di sektor barang konsumer dan properti. Barang konsumer misalnya, meski ada sentimen negatif pelemahan daya beli, justru produk-produk kebutuhan dasar seperti makanan dan rokok tetap akan dibeli. Sementara yang terkena dampak pelemahan daya beli justru sektor properti dan otomotif.

Teguh juga menilai sektor konstruksi cukup defensif lantaran semua proyek masih terus berjalan dan tidak ada hambatan pasti. Apalagi di tahun ini, perhatian masyarakat tidak teralihkan lagi dengan Pemilu, ini menjadi salah satu katalis positif. 

Teguh tak ambil pusing soal arus kas negatif, pasalnya kondisi itu hanya sementara, apalagi bila laporan keuangan di kuartal empat ini cukup bagus.

“Dan sawit juga kemarin sudah diimplementasikan B30, dan ada lagi B40, jadi penggunaan CPO akan membesar, ada kemungkinan tahun 2020 adalah tahun kebangkitan sawit yang lima tahun ini jelan. Tahun 2020 laba mungkin mulai naik,” jelas Teguh.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga berpendapat, konflik AS-Iran tidak akan terlalu berdampak pada bursa dalam negeri. Sejauh ini saham dalam negeri masih cukup defensif, terutama di sektor keuangan.

“Sektor keuangan masih bertahan karena ekspektasi penurunan suku bunga terkait rendahnya inflasi,” jelas Wawan.

Baca Juga: IHSG menguat di tengah menurunnya ketegangan Iran-AS, simak proyeksinya untuk besok

Selain itu, sektor barang konsumer dan konstruksi juga terbilang masih cukup defensif. Meski, sektor barang konsumsi terus mengalami penurunan dan secara tren sektor konstruksi pada umumnya mengalami kenaikan di bulan Januari.

“Mengacu pada pergerakan IHSG sepanjang tahun ini, sebetulnya Indonesia cukup tahan karena memang secara fundamental tidak ada katalis negatif kuat dari dalam negeri, sehingga lebih banyak terpengaruh dari sentimen luar,” jelas Wawan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×