kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.443   -51,00   -0,31%
  • IDX 6.472   -43,68   -0,67%
  • KOMPAS100 929   2,96   0,32%
  • LQ45 729   2,37   0,33%
  • ISSI 202   -1,52   -0,74%
  • IDX30 380   0,83   0,22%
  • IDXHIDIV20 454   0,28   0,06%
  • IDX80 106   0,50   0,48%
  • IDXV30 109   0,90   0,83%
  • IDXQ30 124   0,29   0,23%

IHSG Belum Mampu Kembali ke Kondisi Pra-Pandemi Covid-19, Apa Pemicunya?


Senin, 17 Maret 2025 / 20:33 WIB
IHSG Belum Mampu Kembali ke Kondisi Pra-Pandemi Covid-19, Apa Pemicunya?
IHSG Melemah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Senin sore (17/03/2025), ditutup di level 6.471.94. IHSG melemah 43,684 poin atau 0,67%. Adapun volume transaksi IHSG tercatat sebesar 19,862 juta senilai Rp9,742 triliun.


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum lepas dari tekanan. Hingga akhir perdagangan Senin (17/3), IHSG ditutup melemah 0,67% ke level 6.471,94. 

Sepanjang 2025 berjalan ini, IHSG sudah anjlok 8,59%. Ini menjadikan IHSG sebagai indeks terburuk nomor dua di Asia Pacific bahkan satu dua. IHSG hanya lebih baik dari bursa Thailand. 

Dalam setahun terakhir, IHSG sudah terkoreksi 10,55%. Namun kalau ditarik lebih jauh, tiga tahun terakhir indeks komposit dalam negeri ini melemah 1,15%. 

Baca Juga: Ada ADMR, PGAS, dan UNVR, Intip Top Gainers LQ45 saat IHSG Turun pada Kamis (13/3)

Ini mencerminkan imbal hasil di pasar saham pasca berakhirnya pandemi Covid-19 negatif. Sejumlah saham big caps, bahkan konstituen indeks LQ45 memberikan imbal hasil negatif. 

Misalnya, investor yang berinvestasi pada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tiga tahun lalu sudah harus menanggung rugi. Dalam tiga tahun terakhir, BBRI sudah anjlok 17,63%.

Contoh lainnya, PT Astra International Tbk (ASII) juga terkoreksi 28,09% dalam tiga tahun terakhir. Saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga terjun hingga minus 45,98% di tiga tahun terakhir. 

Direktur Purwanto Asset Management Edwin Sebayang menilai IHSG perlu beberapa fase pemulihan yang lebih lama untuk bisa mencapai posisi yang setara dengan kondisi pasar sebelum Covid-19. 

Baca Juga: Cek Saham Bank LQ45, Ada BBNI, BMRI, dan BBRI yang Merah saat IHSG Turun Senin (10/3)

Dia menjelaskan, IHSG sempat mencapai level sekitar 6.600 pada awal 2020 sebelum pandemi melanda dan sekarang sudah berada di level yang lebih rendah sekitar 6.400.

"Ini memang menunjukkan bahwa IHSG memang belum kembali ke posisi semula. IHSG tidak tidak akan turun lebih dari level 6.000 dalam waktu dekat kecuali ada kejadian luar biasa," katanya, kepada Kontan, Senin (17/3). 

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas menambahkan saat ini sentimen global sedang tidak baik sehingga Indonesia perlu bantalan. 

Namun masalahnya, situasi dan kondisi dalam negeri pun juga kurang baik. Mulai dari penerimaan yang turun drastis hingga utang yang harus dibayar sebesar Rp 1.300 triliun di tahun ini.

"Sehingga apabila tidak secepatnya berbenah diri atau memastikan program program andalan berjalan, kami khawatir situasi dan kondisi kian semakin berat," ucap Nico. 

Baca Juga: Apa Saja Ciri-ciri Vertigo karena Asam Lambung? Cari Tahu di sini

Nico mengatakan jika IHSG jatuh hingga ke bawah level 6.246  maka selanjutnya tidak menutup kemungkinan IHSG akan bergerak ke posisi 6.170 sebelum ke 6.000.

Tekanan pada pasar saham ini membuat investor beralih ke instrumen lain. Nilai efek kepemilikan investor baik domestik dan asing ternyata mengalami penyusutan. 

Berdasarkan data KSEI, nilai efek di pasar saham mencapai Rp 7.238,21 triliun pada Januari 2025. Nilai tersebut turun dari posisi Desember 2024 sebesar Rp 7.238,21 triliun. 

Total Asset Under Management (AUM) reksadana juga mengalami penurunan. Pada Januari 2025 total AUM mencapai Rp 796,87 triliun, sementara pada Desember 2024 total AUM sebesar Rp 80,487 triliun.

Nilai efek obligasi korporasi meningkat dari Rp 213,75 triliun di Desember 2024 menjadi Rp 425,54 triliun pada Januari 2025. Nilai efek di obligasi negara juga naik dari Rp 217,14 triliun menjadi Rp 213,75 triliun. 

Baca Juga: Apa Arti Defisit Menurut KBBI? Ini Ciri-Ciri dan Dampak Terkait Kondisi Keuangan


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×