Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menghentikan sementara perdagangan sejumlah saham dalam waktu yang cukup lama, sehingga sejumlah saham tersebut berpotensi didepak dari pasar modal. Misalnya saja saham PT Cakra Mineral Tbk (CKRA), PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk (AIMS), dan PT Sugih Energy Tbk (SUGI), dan Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA).
Suspensi saham-saham tersebut sudah hampir atau melebihi masa maksimal suspensi 24 bulan. Saham CKRA telah melewati suspensi 24 bulan pada tanggal 4 Juni 2020 silam, kemudian saham AIMS akan mencapai suspensi 24 bulan pada 29 Oktober 2020, saham SUGI sudah melewati suspensi 24 bulan pada 1 Juli 2020, dan AISA mencapai suspensi 24 bulan pada 5 Juli yang lalu.
Baca Juga: Belum cabut suspensi, BEI minta Tiga Pilar (AISA) gelar public expose insidentil
Analis Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr mengatakan, guna menghindari saham forced delisting investor dapat memperhatikan kedisiplinan emiten mengenai pemenuhan kewajibannya dalam kapasitasnya sebagai emiten publik. Sebagai contoh tak menyampaikan laporan keuangan serta tidak membayar denda karena tidak melakukan kewajiban ke BEI.
"Tattoo (notasi khusus) yang sudah disediakan oleh bursa bisa menjadi screening awal bagi investor. Kemudian, investor bisa mengikuti berita-berita terkini terkait emiten dan pasar mengenai masalah atau kasus yang dapat mematikan keberlangsungan perusahaan publik," jelasnya, ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/7).
Selain itu, ia juga menyarankan pelaku pasar untuk melakukan analisa sebelum masuk dan berinvestasi pada saham emiten.
Untuk investor yang sudah terlanjur berinvestasi di saham-saham berpotensi delisting, bisa menjualnya di pasar negosiasi. Hanya saja, kata Zamzami penjualan saham di pasar negosiasi harga jualnya bisa jauh lebih rendah.
Selain itu, investor juga dapat bersama-sama dengan investor lainnya untuk mencoba melakukan negosiasi langsung dengan emiten yang bersangkutan agar membeli kembali saham publik.
Ia juga mendukung rencana regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal emiten yang dihapus pencatatan saham oleh bursa wajib melakukan pembelian kembali atau buyback saham yang beredar di masyarakat.
"Rencana ini baik sebagai perlindungan bagi investor apabila benar diloloskan," tambahnya.
Selain itu, Zamzami bilang, regulator juga dapat menjembatani negosiasi antara kedua belah pihak antara investor dan emiten.
Sementara itu, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyatakan, saham dengan potensi desliting itu memang sulit dinilai sebelum terjadi kecacatan pada pergerakan harga sahamnya.
Baca Juga: BEI pertimbangkan delisting saham Tiga Pilar (AISA), ini alasannya
William berpendapat, investor tak dapat mendeteksi saham yang berpotensi delisting dari aspek fundamentalnya saja. "Jadi kalau dengan aspek fundamental hampir tidak mungkin ketahuan, karena beberapa yang mau delisting masih dalam kondisi mencetak laba," ujarnya, Rabu (8/7).
Sehingga, ia menyarankan investor untuk mempelajari tentang frekuensi perdagangan. Saham yang terlalu volatil biasanya naik hanya karena momentum sesaat, sementara yang berdasar fundamental bakal naik stabil secara perlahan.
Meski demikian ia bilang, frekuensi perdagangan bukan menjadi indikator pasti untuk menilai saham yang berpotensi delisting. "Hanya untuk membedakan yang naiknya akan kokoh dan yang tidak," imbuh William.
Ia sependapat dengan Zamzami untuk menyarankan pelaku pasar yang sudah tersangkut di saham-saham berpotensi delisting untuk menjualnya di pasar negosiasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News