Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tak sepenuhnya menguntungkan masyarakat, wacana pelonggaran aturan kepemilikan properti oleh asing dipandang analis mampu memberikan dorongan bagi saham properti. Daya beli asing yang lebih tinggi daripada masyarakat lokal diprediksi mampu merangsang penjualan emiten properti.
Selama ini, warga negara asing (WNA) yang tinggal di Indonesia hanya diperbolehkan membeli properti dengan status hak pakai. Dengan revisi undang-undang (UU) tersebut, para ekspatriat bisa membeli properti dengan status hak guna bangunan (HGB).
Kelonggaran tersebut berpotensi membuat pasar properti semakin bergairah. Hal tersebut, menurut Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee, mampu menguntungkan hampir semua emiten properti. "Kelonggaran ini membuat demand properti dari ekspatriat jadi bertambah sehingga mampu menaikkan penjualan emiten properti. Beberapa diantaranya ialah PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR)," ujar Hans kepada KONTAN, Jumat (6/10).
Meski demikian, Analis Erdikha Elit Sekuritas Wilson Sofan memandang, hanya emiten-emiten yang bermain di pasar properti menengah ke atas saja yang diuntungkan dari rencana revisi UU tersebut. Menurutnya, daya beli asing pasti akan lebih kuat ketimbang masyarakat lokal lantaran dana yang dimiliki WNA lebih besar karena perbedaan nilai tukar.
Selain emiten yang bermain di pasar kelas atas, emiten properti yang memiliki proyek di kota besar, seperti PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) atau CTRA, juga diuntungkan dari perombakan peraturan tersebut. "Orang asing pasti menargetkan properti yang berada di dekat kota-kota besar karena kebanyakan eksekutif ekspatriat bekerja di kota besar," paparnya.
Walau begitu, peraturan ini tak sepenuhnya menguntungkan bagi semua orang. Kemampuan daya beli yang tinggi dari para WNA membuat masyarakat lokal takut harga properti jadi kemahalan. Wilson pun memperingatkan agar semua pihak waspada akan terjadinya bubble properti seperti yang terjadi di China.
Menurutnya, kemudahan akses yang diberikan kepada orang asing untuk membeli properti mampu memicu harga properti terus melambung tinggi. Lama kelamaan harga tersebut tak mampu lagi tumbuh yang akhirnya bisa memicu krisis di kemudian hari. Perubahan peraturan ini juga berpotensi membuat masyarakat Indonesia kesulitan mencari tempat tinggal lantaran harga properti yang akan semakin mahal dan tidak terjangkau oleh warga domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News