Reporter: Danielisa Putriadita, Rahma Anjaeni | Editor: Khomarul Hidayat
Meski, harga obligasi cenderung menurun, Ramdhan menilai penurunan ini masih dalam batas wajar. Apalagi, sebelumnya harga obligasi naik signfikan sejak Juni.
Di satu sisi, Ramdhan mengamati sentimen dari dalam negeri relatif stabil dan bisa mendukung penguatan pasar obligasi yang datang dari ketertarikan asing. Apalagi jelang akhir tahun para pelaku pasar akan menata ulang portofolionya di pasar obligasi.
Jika kestabilan ekonomi dalam negeri bisa terus dijaga, Ramdhan memproyeksikan yield surat utang negara (SUN) di akhri tahun ini berada di level 7%-7,1%. Sementara, di tahun depan, yield berpotensi turun ke 6,7%-6,8%.
Baca Juga: Terbitkan MTN Jangka Panjang, Dua Perusahaan Ini Beri Kupon Tinggi
Namun, Ramdhan mengatakan proyeksi tersebut bisa berubah di tengah perkembangan sentimen eksternal yang sulit pasar prediksi kemana arahya.
Apalagi, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah, yaitu membuat cadangan devisa tumbuh. Bank Indonesia (BI) mencatat hingga November 2019 posisi cadangan devisa Indoneisa masih berkutat di US$ 126,6 miliar dollar AS. Angka tersebut tidak banyak berubah dari posisi di akhir Oktober yang sebesar US$ 126,7 miliar.
Lili memproyeksikan pergerakan pasar obligasi di pekan depan masih akan terbatas. Lagi-lagi fakor ketidakpastian AS dan China masih menjadi faktor dominan yang menggerakan pasar.
Baca Juga: Perkuat pendanaan, tiga bank ini siap terbitkan obligasi di tahun 2020
Namun, potensi pasar obligasi menguat tetap ada yang didukung dengan aksi trading pelaku pasar. "Menguatnya spekulasi pembatalan kenaikan tarif impor tambahan produk China oleh AS di 15 Desember mendtaang dapat menjadi amunisi penguatan harga obligasi," kata Lili.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News