kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harganya Melesat Sejak IPO, Saham ADMR Sudah Kemalahan?


Jumat, 28 Januari 2022 / 07:45 WIB
Harganya Melesat Sejak IPO, Saham ADMR Sudah Kemalahan?


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Minerals Tbk (ADMR) menjadi salah satu saham paling cuan sepanjang tahun ini. Bagaimana tidak, sejak awal melakukan initial public offering (IPO), saham ADMR terus beranjak naik.

Pada saat listing perdana tanggal 3 Januari 2022, saham ADRO naik 35% atau 35 poin ke level Rp 135. Saham anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO) ini terus menguat. Saham ADMR tercatat hanya mengalami pelemahan dua kali, yakni pada 17 dan 18 Januari 2022.

Dengan terjadinya peningkatan harga kumulatif yang signifikan pada saham ADMR, Bursa Efek Indonesia akhirny melakukan penghentian sementara (suspense) perdagangan ADMR di pasar reguler dan pasar tunai. 

Suspensi ini mulai berlaku pada sesi I perdagangan tanggal 25 Januari 2022 sampai dengan pengumuman bursa lebih lanjut. Saham ADMR pun terhenti di level Rp 1.050, yang mana sudah naik lebih dari 10 kali lipat dari harga awal.

Baca Juga: Kinerja Diproyeksikan Lebih Solid, Analis Rekomendasikan Beli Saham ANTM

Lantas, apa yang menyebabkan harga ADMR terus melaju sebelum akhirnya disuspensi bursa? Daniel Agustinus, Certified Elliott Wave Analyst – Master PT Kanaka Hita Solvera mengatakan, selain faktor saham yang baru IPO, terdapat sejumlah faktor lain yang mendorong kenaikan saham ADMR.

Pertama, ADMR memiliki model bisnis dan prospek yang cukup menarik. Hal ini karena ADMR melalui anak usahanya menjadi satu-satunya perusahaan di Indonesia yang memproduksi batubara metalurgi untuk digunakan oleh industri baja. Kedua, ADMR juga diuntungkan dengan nama besar ADRO sebagai induk usahanya.

Ketiga adalah faktor kinerja. Di tahun 2021, ADMR mencatatkan performa yang cukup signifikan yaitu berhasil mencatatkan net profit, setelah pada tahun 2018-2020 selalu mencatatkan net loss. Hal ini dipengaruhi juga oleh kenaikan harga batubara global.

Daniel menilai, valuasi wajar ADMR saat ini berada di harga Rp 832, sementara harga saat ini di level Rp 1.050. Dus, jika hanya melihat nilai valuasi, saham ADMR dinilai sudah overvalued. 

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham yang Bisa Dilirik di Tahun Macan Air

Sehingga, Daniel menyimpulkan ADMR akan berpotensi mengalami koreksi saat suspensi dibuka (based on valuasinya saja). “Tetapi kalau melihat bisnis modelnya, ADMR cukup solid,” terang Daniel saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (27/1).

Sebelumnya, Head of Corporate Communication Adaro Energy (ADRO) Febriati Nadira meyakini prospek batubara metalurgi akan tetap positif. Prospek ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya permintaan atas besi baja.

 

“Adaro Minerals saat ini merupakan produsen batubara kokas keras satu-satunya di Indonesia. Batubara kokas/metalurgi merupakan raw material dalam pembuatan besi baja,” kata Nadira kepada Kontan.co.id, belum lama ini.

Nadira merinci, saat ini yang menjadi pangsa pasar Adaro Minerals adalah China, Jepang, dan Indonesia. Hingga September 2021, penjualan batubara ADMR mencapai 1,55 juta ton. Sementara produksi batubara ADMR mencapai 1,73 juta ton di periode yang sama.

Belajar dari ADMR, Daniel berpesan sebaiknya investor tidak terjebak dalam situasi fear of missing out (FOMO). Hal ini dikarenakan ADMR sudah naik 10 kali dari harga IPO-nya. Selain itu, ada catatan kecil dari Daniel mengenai saham IPO. Saham IPO atau saham-saham pendatang baru menurut dia lebih cocok untuk perdagangan jangka pendek.

Sepengamatan dia, saham-saham pendatang baru atau saham IPO ini akan sangat fluktuatif pada tahun pertama dan kedua listing di bursa. “Kami juga mengamati bahwa memasuki tahun ketiga dan keempat listing di bursa, harga saham-saham ini baru mulai menyesuaikan dengan kondisi keuangan atau fundamentalnya,” kata Daniel.

Argumen ini dapat dijadikan pedoman agar investor tidak terjebak dalam situasi FOMO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×