kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Terus turun, Bitcoin dan Aset Kripto Lain Masuk Fase Crypto Winter?


Rabu, 26 Januari 2022 / 20:35 WIB
Harga Terus turun, Bitcoin dan Aset Kripto Lain Masuk Fase Crypto Winter?


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para investor maupun trader kripto mulai harap-harap cemas apakah aset kripto akan kembali mengalami crypto winter layaknya tahun 2018 silam. Saat itu, seluruh harga aset kripto anjlok dan kemudian bergerak sideways hingga setidaknya selama dua tahun.

Jika merujuk Coinmarketcap, dalam 30 hari terakhir, harga seluruh aset kripto secara rata-rata sudah turun di atas 27%. Bitcoin, aset kripto dengan kapitalisasi terbesar, bahkan sempat menyentuh level terendahnya di US$ 35,779 per BTC.

CEO Triv Gabriel Rey sebelumnya mengatakan, support terkuat Bitcoin berada di level US$ 38.000 per BTC. Dengan tembusnya support tersebut, ia memperkirakan, tren bearish sangat berpotensi untuk terus berlanjut. Kendati begitu, ia menilai pasar kripto belum akan mengulang periode bearish seperti 2018 silam.

Crypto winter yang terjadi saat ini mungkin lebih sesaat saja, tidak akan berlangsung lama seperti 2018 lalu,” ujar Gabriel ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (26/1).

Baca Juga: Pasar Kripto Kembali Menghijau, Harga Bitcoin Melanjutkan Pendakian

Ia mengingatkan, pasar kripto sejauh ini cenderung digerakkan oleh sentimen pasar, karena dari sisi likuiditas memang belum sebesar pasar saham. Oleh karena itu, selama investor ritel masih takut dan ragu untuk masuk lagi ke pasar kripto, ia menyebut pasar akan bergerak lamban dalam beberapa waktu ke depan.

Sementara, Co-founder CryptoWatch dan Pengelola Channel Duit Pintar Christopher Tahir menyebut, ekosistem industri aset kripto saat ini berbeda dengan 2018 silam. Alhasil, jika terjadi crypto winter, periodenya akan singkat. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan investor institusional dan negara yang sekarang ikut mengoleksi aset kripto, khususnya Bitcoin.

Menurutnya, kedua investor tersebut akan menjaga harga kripto tidak jatuh dalam karena berkaitan dengan kinerja portofolio yang dikelola mereka agar tetap perform. Hal inilah yang tidak ada di ekosistem industri aset kripto pada 2018 lalu. 

Oleh karena itu, ia melihat periode bearish ini berpotensi hanya terjadi secara jangka pendek saja. Lebih lanjut, menurutnya, ketika nanti harga mulai naik, kenaikannya sudah tidak akan setinggi pasca crypto winter selesai di 2020 dan cenderung bumpy dan lebih volatile

“Karena sekarang ada investor institusional seperti fund manager yang bisa menentukan naik-turun harga pasar, mereka pasti ingin beli di harga murah dan jual di harga tinggi kan,” imbuh Christopher.

Hal tersebutlah yang pada akhirnya membuat aset kripto tidak akan mengalami lonjakan harga yang pesat. Gabriel juga berpendapat serupa, karena secara sentimen, saat ini aset kripto tidak memiliki sentimen positif yang dapat mengangkat harganya secara signifikan.

Jika di tahun lalu, sentimen seperti masuknya investor institusional, lalu pengumuman peluncuran ETF Bitcoin, adopsi di berbagai negara bisa membuat harga naik tinggi. Sementara untuk tahun ini, ia menyangsikan hal tersebut bisa terjadi. Terlebih lagi, ETF Bitcoin Spot juga akhirnya ditolak oleh SEC sehingga semakin membuat tidak ada sentimen positif di pasar kripto.

“Jadi sebaiknya memang wait and see terlebih dahulu untuk mengamati perkembangan pasar. Apalagi, The Fed juga belum memulai agenda menaikkan suku bunga acuan yang bisa jadi katalis negatif untuk aset berisiko seperti kripto ini,” kata Christopher.

Baca Juga: Elon Musk Siap Makan Happy Meal McDonalds, Harga Dogecoin Melonjak 10%




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×