Reporter: Dimas Andi | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan harga tembaga di pasar global patut diwaspadai oleh emiten produsen komoditas tersebut. Di atas kertas, ini berpotensi menekan margin profitabilitas para emiten.
Mengutip situs Trading Economics, harga tembaga berjangka terpantau berada di level US$ 4,44 per pon pada Selasa (26/8/2025) pukul 17.35 WIB atau turun 0,48% dibandingkan hari sebelumnya. Dalam sebulan terakhir, harga tembaga telah merosot 20,65%. Namun, harga komoditas ini masih menguat 11,55% bila dihitung sejak awal tahun atau year to date (ytd).
Baca Juga: Harga Tembaga Melemah ke Level Terendah Dua Pekan, Pasar Tunggu Sinyal Powell
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, koreksi harga yang terjadi beberapa waktu terakhir cukup dipengaruhi oleh kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang di luar ekspektasi para pelaku pasar. Dalam hal ini, produk tembaga justru dikecualikan dari tarif tambahan.
Kondisi ini membuat pelaku pasar yang sebelumnya menimbun tembaga karena ekspektasi tarif impor, kini harus melepas kembali persediaannya sehingga menekan harga produk tersebut di pasar global.
“Bagi emiten yang fokus utamanya pada tembaga, hal ini bisa berdampak cukup besar terhadap kinerja keuangan,” ujar dia, Selasa (26/8/2025).
Walau begitu, dalam konteks emiten Indonesia, pengaruh pelemahan harga tembaga dianggap tidak akan terlalu signifikan. Pertama, beberapa emiten besar seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sudah melakukan diversifikasi bisnis baik ke komoditas emas, nikel, hingga proyek hilirisasi. Alhasil, ketergantungan langsung terhadap harga tembaga global semakin berkurang.
Kedua, Indonesia sendiri sudah mengurangi ekspor tembaga lantaran fokus pada pengolahan komoditas tersebut di dalam negeri, sejalan dengan agenda hilirisasi.
Baca Juga: Amman Mineral dan Freeport Indonesia Bicara Soal Ekspor Tembaga ke AS Usai Tarif 0%
Secara terpisah, Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, di atas kertas penurunan harga tembaga akan menekan margin profitabilitas bagi emiten seperti ANTM dan MDKA. Namun, kembali lagi, keduanya diuntungkan oleh diversifikasi pendapatan dari komoditas mineral lain.
Kondisi berbeda mungkin akan dihadapi oleh PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang tengah menanti pengoperasian penuh smelter tembaga perusahaan. AMMN juga sedang memperjuangkan izin ekspor konsentrat tembaga guna menjaga keberlanjutan operasional, setidaknya sampai smelter mereka beroperasi penuh.
“AMMN masih bergantung dengan smelter tembaga dan bisa lebih rentan juga terhadap penurunan harga tembaga,” tukas Praska, Selasa (26/8/2025).
Terlepas dari itu, dia memperkirakan prospek bisnis AMMN, ANTM, maupun MDKA tetap menjanjikan pada masa mendatang. Kendati harga tembaga rawan volatil, produk ini memiliki permintaan yang tinggi di pasar global. Adanya program hilirisasi justru akan semakin meningkatkan daya saing produk olahan tembaga dari emiten Indonesia.
Senada, Ekky juga menganggap hilirisasi akan menjadi penopang bagi kinerja emiten tembaga dalam jangka panjang, meski untuk jangka pendek tekanan margin masih akan dirasakan oleh emiten-emiten tersebut. Dia pun merekomendasikan hold saham AMMN, MDKA, dan ANTM sambil mencermati perkembangan harga tembaga global dan progres proyek hilirisasi masing-masing emiten.
Praska menyebut, saham MDKA dapat dipantau investor dengan target harga di level Rp 2.700 per saham. Saham ANTM juga menarik untuk dipantau investor dengan target di kisaran Rp 3.500—3.660 per saham.
Selanjutnya: Harga Emas Global Rebound, Trump Bergerak Gulingkan Gubernur The Fed
Menarik Dibaca: Harga Emas Global Rebound, Trump Bergerak Gulingkan Gubernur The Fed
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News