Reporter: Petrus Sian Edvansa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Analis menilai, aktifnya pasar China membantu penguatan harga nikel. Mengutip Bloomberg, harga nikel pada Senin (10/10) tercatat ditutup pada US$ 10.520 per metrik ton. Melonjak sekitar 3,13% dibandingkan pada penutupan Jumat (7/10) yang berada di level US$ 10.200 per metrik ton.
Apabila dibandingkan dengan sepekan sebelumnya, harga nikel mengalami penguatan sekitar 1,64% setelah pada Senin (3/10) harga nikel tercatat ditutup pada level US$ 10.350 per metrik ton.
Seusai libur panjang, pasar China sudah mulai aktif lagi pekan ini. "Setelah sepekan yang agak santai, industri manufaktur China sudah beroperasi seperti biasa mulai Senin (10/10). Terlihat, pasca aktifnya pasar China setelah libur, harga banyak komoditas di bursa Shanghai bergerak naik," kata Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka.
Seperti yang kita tahu, China memang merupakan salah satu importir terbesar logam yang jamak digunakan untuk bahan bangunan dan pembuatan barang elektronik ini.
Selain itu, menurut Ibrahim, penguatan harga nikel juga dipengaruhi oleh sentimen positif naiknya harga minyak di pasar global. Untuk info, pada pekan ini dalam Kongres Energi Dunia di Istanbul, Russia sudah setuju untuk ikut bergabung dengan negara-negara OPEC dalam rangka untuk mengurangi produksi minyaknya. "Penguatan harga minyak berimbas pada penguatan harga komoditas seperti nikel," ujar Ibrahim.
Pekan ini, dijadwalkan pejabat-pejabat bank sentral beberapa negara bagian AS akan berpidato, apabila dalam pernyataannya mereka mengindikasikan kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun, Ibrahim melihat adanya potensi koreksi pada harga nikel.
Selain itu, Ibrahim juga mengajak para pelaku pasar untuk melihat data neraca perdagangan yang keluar dari China pada Kamis (13/10) pekan ini. Apabila data itu dibawah ekspektasi para analis, maka harga nikel juga berpotensi melemah.
Data klaim pengangguran AS juga akan dirilis Kamis (13/10) ini. Diperkirakan orang yang mengajukan klaim ini sebanyak 252.000 orang, melebihi data minggu lalu yang sebanyak 249.000 orang. "Jika sesuai prediksi, dengan bertambahnya jumlah pengangguran maka harga nikel akan berpotensi untuk mendulang koreksi pada Kamis atau Jumat," prediksi Ibrahim.
Dalam jangka panjang, Ibrahim melihat bahwa harga nikel masih akan cukup bagus. "Kalau data China sebagai pasar utama terus baik dan dunia industri meningkat, maka harga nikel ke depan akan terbantu. Mungkin akhir tahun bisa menyentuh angka US$ 11.000 per metrik ton.
Belum lagi, pasokan nikel di pasar global ditengarai akan berkurang akibat penataan ulang tambang di Filipina. "Filipina belum membuat alternatif selain menutup dan menghentikan sementara tambang-tambang nikelnya." tambah Ibrahim.
Tertahannya revisi UU minerba di Senayan juga menjadi sentimen yang menekan pasokan global. Memang, UU minerba yang dimiliki Indonesia saat ini tidak memperkenankan adanya ekspor bahan mentah. "Apabila revisi UU minerba ini diteken, maka Indonesia dapat memaksimalkan impor komoditas seperti nikel," terang Andri Hardianto, analis Asia Tradepoint Futures
Secara teknikal, Ibrahim melihat bahwa tren nikel masih akan cenderung menguat ke depannya. Indikator bollinger bands dan moving average berada 30% di atas bollinger tengah. Meskipun indeks stochastic berada di area 60% negatif, tapi indikator moving average convergence divergence dan relative strength index berada pada area 60% positif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News