kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   18.000   0,94%
  • USD/IDR 16.237   -59,00   -0,36%
  • IDX 7.204   -18,09   -0,25%
  • KOMPAS100 1.050   -5,82   -0,55%
  • LQ45 808   -2,58   -0,32%
  • ISSI 232   -0,90   -0,38%
  • IDX30 419   -2,36   -0,56%
  • IDXHIDIV20 491   -2,76   -0,56%
  • IDX80 118   -0,50   -0,42%
  • IDXV30 119   -1,87   -1,54%
  • IDXQ30 135   -0,26   -0,19%

Harga Nikel dan Aluminium Tertekan, Prospek 2025 Masih Menantang


Rabu, 11 Juni 2025 / 18:57 WIB
Harga Nikel dan Aluminium Tertekan, Prospek 2025 Masih Menantang
ILUSTRASI. Smelter Nikel Sulawesi Mining Investement (SMI) yang baru diresmikan oleh Presiden Jokowi di Morowali, Sulewesi Tenggara, Jumat (29/5/2015). Kinerja komoditas logam dasar seperti nikel dan aluminium disetir oleh kombinasi penawaran dan permintaan global.


Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja komoditas logam dasar seperti nikel dan aluminium disetir oleh kombinasi penawaran dan permintaan global. Prospeknya masih dipandang menantang pada sisa tahun 2025.

Berdasarkan data Trading Economics, harga aluminium berjangka bertengger di level US$ 2.510 per ton pada perdagangan Selasa (10/6) pukul 17.45 WIB.

Angka ini terpantau melemah 1,86% secara year to date (ytd). Tren serupa juga terjadi pada harga nikel. Komoditas ini terkoreksi 1,23% ytd menjadi US$ 15.211 per ton. 

Presiden Komisionee HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, dari sisi global perlambatan perekonomian China sebagai salah satu konsumen komoditas utama menjadi katalis pendorong permintaan yang melesu. 

Baca Juga: Klaim Penurunan Harga Nikel Menguntungkan Indonesia Masih Terlalu Dini

Sementara tekanan harga terus dibebani oleh pasokan yang berlebih. Komoditas nikel misalnya, sebagai besar berasal dari peningkatan produksi di Indonesia yang kini menyumbang sekitar 63% dari produksi global. 

“Meskipun kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia semula ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah, tetapi proyeksi peningkatan produksi yang terus bertambah justru menyebabkan terganggunya produksi dan kelebihan pasokan global,” jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (11/6).

Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) memproyeksikan bahwa produksi nikel sepanjang tahun 2025 akan mencapai 298,5 juta metrik ton. Sementara Kelompok Studi Nikel Internasional (INSG) memperkirakan, pasar nikel akan mengalami surplus sebanyak 198 juta metrik ton.

Menurut Sutopo, hal ini akan menjadi tantangan besar bagi pemulihan harga yang signifikan, meskipun permintaan dari sektor kendaraan listrik terus tumbuh. “Sementara untuk aluminium, saya melihat ada pola yang beragam,” ujar Sutopo. 

Baca Juga: Harga Nikel Turun, Intip Prospek dan Rekomendasi Saham Vale Indonesia (INCO)

Meskipun ada kekhawatiran akan melemahnya permintaan, ada juga secercah potensi kenaikan jika pasokan dan permintaan dari Amerika Serikat (AS) meningkat. Tetapi, kembali lagi perlambatan ekonomi China masih menjadi pertimbangan. 

“Jadi saya kira, untuk harga aluminium mungkin memiliki sedikit ruang untung apresiasi jika pasokan global semakin menipis dan permintaan kunci industri menguat,” kira Sutopo.

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menambahkan, selain dari sisi fundamental masing-masing komoditas, faktor eksternal seperti perkembangan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump juga sedikit banyak berkontribusi pada pergerakan harga. 

Menurut Lukman, seberapa besar dampak dari permintaan yang melesu akan tergantung dengan pasokannya. Aluminium misalnya, pola perbaikan mungkin akan tertahan oleh kebijakan tarif 50% untuk komoditas ini.

“Sementara nikel masih akan sulit pulih karena oversupply,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (11/6).

Baca Juga: Harga Nikel Jatuh Sebabkan Tsingshan Hentikan Produksi Baja Nirkarat di Indonesia

Lukman memproyeksikan, dengan asumsi jika belum ada perkembangan signifikan seputar tarif, harga komoditas nikel hingga akhir tahun 2025 akan berada direntang US$ 15.000 - US$ 16.000 per ton. Sementara aluminium akan berada direntang US$ 2.100 - US$ 2.200 per ton.

“Nikel diperkirakan akan berkonsolidasi di level rendah atau sedikit meningkat direntang US$ 14.500 - US$ 16.500 per ton. Untuk aluminium kemungkinan akan sedikit naik direntang US$ 2.300 - US$ 2.600 per ton,” tutup Sutopo.

Selanjutnya: AAJI Optimistis Hasil Investasi Asuransi Jiwa Akan Pulih pada Sementer II-2025

Menarik Dibaca: Inflasi Naik Terus? Ini Pengertian dan Cara Mengatasinya yang Perlu Anda Tahu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×