Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski berhasil rebound setelah pekan lalu terpuruk, tetapi harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sebenarnya masih berada di bawah tekanan. Produksi minyak mentah AS yang terus naik mendekati dua produsen besar yaitu Arab Saudi dan Rusia sewaktu-waktu bisa menjadi sentimen negatif yang melemahkan harga komoditas energi ini.
Energy Information and Administration (EIA) telah memperkirakan produksi minyak AS tahun ini akan menembus rekor tertingginya sebesar 10,6 juta barel per hari. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2019 ke level 11,2 juta barel per hari.
“Ini sebenarnya yang perlu diperhatikan pelaku pasar,” ujar Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoint Futures kepada Kontan.co.id, Senin (12/2).
Menurut Deddy, kecemasan akan produksi minyak AS yang terus bertambah bisa membawa harga minyak WTI bergerak pada kisaran US$ 55–US$ 65 per barel tahun ini. Selama ini produksi minyak negeri Paman Sam memang selalu menjadi pertimbangan investor.
“Kenaikan permintaan China sama sekali tidak direspons oleh pelaku pasar,” imbuhnya.
Pekan lalu, EIA melaporkan impor minyak mentah China untuk bulan Januari tumbuh 20% menjadi 9,57 juta barel per hari. Jumlah ini meningkat dari tingkat impor bulan Desember yang hanya mencapai 7,04 juta barel per hari.
Dengan demikian, harga minyak diperkirakan akan kembali jatuh ke bawah level US$ 60 per barel. Dalam perhitungan Deddy, jika penurunannya bisa mencapai US$ 55 per barel, harga minyak WTI akan berada dalam tren bearish.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News