Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca jatuh cukup dalam akhir pekan lalu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) memperlihatkan peningkatan signifikan awal pekan ini. Pulihnya pasar saham dan kejatuhan dollar Amerika Serikat (AS) menjadi pendorong penguatan harga.
Mengutip Bloomberg, pada Senin (12/2) pukul 17.20 WIB, harga minyak WTI di Nymex kontrak pengiriman Maret 2018 menguat 1,79% ke level US$ 60,26 per barel dari kemarin. Sedangkan jika mengacu sepekan sebelumnya harganya masih melemah 6,06%. Sementara indeks dollar AS pada pukul 17.25 WIB terkoreksi 0,22% ke level US$ 90,24.
Kendati begitu analis PT Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan kenaikan harga minyak WTI tidak akan bertahan lama. Menurutnya investor hanya memburu minyak karena pulihnya pasar saham dan melemahnya dollar AS. Padahal secara fundamental, minyak WTI masih tetap diselimuti sentimen negatif.
“Ini aksi short covering, ada potensi setelah ini pasar akan melakukan aksi profit taking,” ujarnya kepada Kontan.
Tak perlu waktu lama, ia melihat pada perdagangan Selasa (13/2), harga minyak WTI berpeluang untuk kembali jatuh. Investor diperkirakan akan melakukan aksi ambil untung sehingga harga minyak kembali terekoreksi.
Keyakinan serupa diungkapkan oleh Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoint Futures. Menurutnya produksi minyak AS yang terus bertambah akan menjadi sentimen negatif yang bisa menahan pergerakan harga minyak. Apalagi pada akhir pekan lalu, Baker Hughes merilis terjadinya penambahan rig aktif sebanyak 26 menjadi 791. Ini merupakan rekor tertinggi sejak April 2015.
Kata dia, sepekan ke depan akan ada banyak rilis data yang bisa mempengaruhi pergerakan harga minyak. Malam nanti (12/2), organisasi negara-negara eksportir minyak (OPEC) akan menyampaikan laporanan bulanannya. Kemudian pada Selasa (13/2) American Petroleum Institute (API) merilis tingkat persediaan minyak di AS. Sedangkan pada Rabu (14/2) data stok minyak AS versi Energi Information and Aministration (EIA) akan dirilis.
“Tampaknya pelaku pasar masih akan mencerna data ini terlebih dahulu,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News