Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah berjangka AS terperosok ke bawah level US$ 0 pada hari Senin (20/4/2020) untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Melansir Reuters, harga kontrak minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengantaran Mei terperosok US$ 55,90 atau 306% sehingga ditutup di level minus 37,63 dolar per barel. Bahkan pada transaksi sebelumnya, harga kontrak yang sama sempat menyentuh level -43,32 per barel.
Sementara, harga minyak mentah Brent, patokan internasional, juga merosot. Akan tetapi kejatuhan harga kontrak minyak itu tidak separah WTI dengan ditutup turun US$ 2,51% atau 9% menjadi US$ 25,57 per barel.
Baca Juga: Amblas! Harga Minyak Diperdagangkan di Teritori Negatif
Meski harga minyak AS diperdagangkan di wilayah negatif untuk pertama kalinya, tidak jelas apakah itu akan mengalir ke konsumen, yang biasanya melihat jika harga minyak yang lebih rendah diterjemahkan menjadi harga bensin yang lebih murah di pompa bensin.
Saat miliaran orang di seluruh dunia tinggal di rumah untuk menghambat penyebaran virus corona baru, permintaan fisik untuk minyak mentah pun telah mengering. Kondisi ini menciptakan menggendutnya pasokan minyak global.
Baca Juga: Harga minyak anjlok, begini efeknya ke kinerja Energi Mega Persada (ENRG)
Dampaknya, para trader berupaya hengkang dari kontrak kontrak berjangka minyak Mei AS pada hari Senin dengan hiruk-pikuk dengan tidak ada tempat untuk menempatkan minyak mentah. Akan tetapi, harga kontrak WTI Juni ditutup pada tingkat yang jauh lebih tinggi yakni US$ 20,43 per barel.
"Biasanya hal ini akan merangsang ekonomi di seluruh dunia," kata John Kilduff, mitra di hedge fund Again Capital LLC di New York kepada Reuters. “Biasanya dampak penurunan harga minyak akan memberikan tambahan 2% dari PDB. Anda tidak melihat penghematan karena tidak ada yang menghabiskan bahan bakar."
Sementara itu, Louise Dickson, analis pasar minyak di Rystad Energy mengatakan kondisi ini seperti mencoba menjelaskan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tampaknya tidak nyata. “Penutupan dengan biaya mahal atau bahkan kebangkrutan sekarang bisa lebih murah untuk beberapa operator, daripada mereka membayar puluhan dolar untuk menyingkirkan apa yang mereka hasilkan,” paparnya.
Perusahaan penyulingan memproses minyak mentah jauh lebih sedikit dari biasanya, sehingga ratusan juta barel diproduksi secara berlebihan ke fasilitas penyimpanan di seluruh dunia. Trader telah menyewa kapal hanya untuk berlabuh dan mengisinya dengan minyak berlebih. Data Reuters menyebut, jumlah rekor 160 juta barel minyak tersimpan di tanker seluruh dunia.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah US$ 11,82 per barel, begini nasib ke penerimaan negara 2020
Menurut analis pasar yang mengutip laporan dari Genscape, cadangan minyak mentah AS di Cushing naik 9% dalam sepekan yang berakhir 17 April, dengan total sekitar 61 juta barel.
Spread harga minyak antara Mei dan Juni pada satu titik melebar menjadi US$ 60,76. Ini merupakan spread terlebar dalam sejarah untuk dua kontrak bulanan terdekat.
Investor menalangi kontrak Mei sebelum kedaluwarsa pada Senin karena kurangnya permintaan untuk minyak aktual. Ketika kontrak berjangka berakhir, pedagang harus memutuskan apakah akan mengambil pengiriman minyak atau menggulung posisi mereka ke dalam kontrak berjangka lain untuk bulan berikutnya.
Baca Juga: Harga minyak mencapai level terendah sejak 1999
Biasanya proses ini relatif tidak rumit, tetapi kali ini ada sangat sedikit rekanan yang akan membeli dari investor dan menerima pengiriman minyak. Tempat penyimpanan mengisi dengan cepat di Cushing di Oklahoma, di mana minyak mentah dikirim.
"Tempat penyimpanan terlalu penuh untuk spekulan untuk membeli kontrak ini, dan penyulingan berjalan pada tingkat rendah karena sejumlah negara belum mengangkat kebijakan tetap di rumah," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago . "Tidak banyak harapan bahwa segalanya akan berubah dalam 24 jam."
Harga minyak dunia telah mendapatkan tekanan besar selama berminggu-minggu. Pertama, adanya wabah virus corona yang memangkas tingkat permintaan. Kedua, Arab Saudi dan Rusia terlibat perang harga dengan memompa produksi minyak lebih banyak. Kendati demikian, kedua pihak akhirnya sepakat lebih dari seminggu yang lalu untuk memotong pasokan sebesar 9,7 juta barel per hari (bph). Sayangnya, itu tidak akan dengan cepat mengurangi kelebihan pasokan global.
Baca Juga: Harga minyak dunia berpotensi menguji level US$ 10 per barel
Seorang wartawan Wall Street Journal mengatakan di Twitter, Arab Saudi sedang mempertimbangkan untuk menerapkan pemotongan minyak sesegera mungkin, dari rencana semula yakni Mei.
Jika dihitung, harga minyak Brent telah anjlok sekitar 60% sejak awal tahun ini. Sedangkan harga minyak mentah AS turun sekitar 130% ke level di bawah break-even yang diperlukan bagi banyak pengebor serpih. Hal ini menyebabkan penghentian pengeboran dan pemotongan anggaran belanja yang drastis.
Baca Juga: Harga BBM berpeluang turun Rp 1.000 - Rp 1.500 per liter, begini perhitungannya
Ketiga, data ekonomi global yang lemah juga menekan harga minyak. Ekonomi Jerman berada dalam resesi parah dan pemulihan tidak mungkin cepat karena pembatasan terkait virus corona bisa tetap diberlakukan untuk waktu yang lama, kata Bundesbank.
Di sisi lain, ekspor Jepang mengalami penurunan terbesar dalam hampir empat tahun pada Maret karena pengiriman ekspor yang terikat dengan AS, termasuk mobil, turun pada tingkat tercepat sejak 2011.
Raksasa jasa ladang minyak AS Halliburton Co pada hari Senin melaporkan kerugian kuartal pertama sebesar US$ 1 miliar akibat biaya operasional dan menguraikan pemotongan anggaran terbesar di antara perusahaan-perusahaan energi top dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News