Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik lebih dari 1% pada hari Senin karena risiko geopolitik yang lebih tinggi setelah jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad. Selain itu, China menapakkan langkah pertama menuju pelonggaran kebijakan moneter sejak 2010.
Setelah melonjak di awal pekan, harga minyak pagi ini melemah tipis. Selasa (10/12) pukul 7.31 WIB, harga minyak WTI kontrak Januari 2025 di New York Mercantile Exchange turun 0,34% ke US$ 68,14 per barel setelah kemarin melonjak 1,74%.
Harga minyak Brent kontrak Februari 2025 kemarin pun melesat 1,43% dalam sehari ke US$ 72,14 per barel.
"Peristiwa di Suriah selama akhir pekan dapat memengaruhi pasar minyak mentah dan meningkatkan premi risiko geopolitik pada harga minyak dalam beberapa minggu dan bulan mendatang di tengah ketidakstabilan yang lebih besar di kawasan Timur Tengah," kata Jorge Leon, kepala analisis geopolitik Rystad Energy seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Harga Pertamax Turbo & Dex Naik Per Desember 2024, Bandingkan Dengan Shell, BP, VIVO
Pemberontak Suriah mengatakan di televisi pemerintah pada hari Minggu bahwa mereka telah menggulingkan Assad, mengakhiri dinasti keluarga selama 50 tahun dan menimbulkan kekhawatiran akan ketidakstabilan yang lebih parah di wilayah yang dilanda perang.
Pada Senin (9/12), Perdana Menteri Suriah telah sepakat untuk menyerahkan kekuasaan kepada Salvation Government yang dipimpin pemberontak, sehari setelah pemberontak merebut ibu kota Damaskus dan Assad melarikan diri ke Rusia.
Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, negara itu memiliki pengaruh geopolitik karena lokasinya dan hubungannya dengan Rusia dan Iran. Bercampur dengan ketegangan di tempat lain di wilayah tersebut, perubahan rezim tersebut berpotensi meluas ke wilayah tetangga, kata Leon.
Dalam tanda-tanda awal gangguan di pasar minyak, sebuah kapal tanker yang membawa minyak Iran ke Suriah berbalik arah di Laut Merah, menurut data pelacakan kapal.
Baca Juga: Harga Minyak Naik di Tengah Rencana Pelonggaran Kebijakan Moneter China
Sementara itu, China akan meningkatkan penyesuaian kontra-siklus tidak konvensional, dengan fokus pada perluasan permintaan domestik dan peningkatan konsumsi, media pemerintah Xinhua melaporkan, mengutip hasil pertemuan pejabat tinggi Partai Komunis, Politbiro.
Pertumbuhan China telah terhenti karena kemerosotan di pasar properti telah memukul kepercayaan dan konsumsi. Kebijakan pelonggaran mengacu pada tindakan bank sentral atau pemerintah untuk mendorong pertumbuhan, seperti meningkatkan pasokan uang, menurunkan suku bunga, dan menerapkan stimulus fiskal.
"Kami melihat lonjakan harga komoditas jika China benar-benar menepati janji kebijakan moneter yang lebih longgar dan kemungkinan mereka akan melakukan apa pun untuk merangsang ekonomi," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Baca Juga: Harga Emas di Level Tertinggi 2 Pekan Karena Pembelian China, Harapan Penurunan Bunga
Perlambatan ekonomi China merupakan faktor di balik keputusan kelompok produsen minyak OPEC+ minggu lalu untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga April.
Yang membebani harga, eksportir utama Saudi Aramco pada hari Minggu menurunkan harga Januari 2025 untuk pembeli Asia ke level terendah sejak awal 2021, karena pasar khawatir hal itu dapat menandakan permintaan yang lemah.
Pedagang juga tetap fokus pada data inflasi AS yang diharapkan akhir minggu ini yang dapat memperkuat pemotongan suku bunga Desember oleh Federal Reserve minggu depan.
Suku bunga yang lebih rendah menurunkan biaya pinjaman, yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan memacu permintaan minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News