Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melanjutkan penurunan dalam lima hari berturut-turut. Rabu (18/8) pukul 7.40 WIB, harga minyak WTI kontrak September 2021 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 66,57 per barel, turun tipis dari penutupan perdagangan kemarin pada US$ 66,59 per barel.
Sedangkan harga minyak brent kontrak Oktober 2021 di ICE Futures berada di US$ 69 per barel, turun tipis dari penutupan perdagangan kemarin pada US$ 69,03 per barel.
Lonjakan kasus virus corona global menambah gambaran permintaan yang lemah pada minyak mentah. Harga minyak sudah turun lima hari berturut-turut sejak Kamis pekan lalu.
Baca Juga: Ditopang bisnis segmen digital, berikut rekomendasi saham emiten media dari analis
Harga memperpanjang pelemahan setelah data dari American Petroleum Institute menunjukkan stok minyak mentah AS turun sesuai dengan ekspektasi pekan lalu.
"Kami terus melihat support US$ 65 di WTI, tetapi rebound yang kurang kuat tidak mengimbangi aksi jual sebelumnya," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA kepada Reuters.
"Pergerakan di bawah harga ini akan menjadi terobosan teknis yang signifikan dan tentu saja mencerminkan kekhawatiran serius tentang pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang karena Delta (varian virus corona) menyebabkan peningkatan pembatasan di seluruh dunia," imbuh Erlam.
Baca Juga: Dampaknya perbaikan ekonomi terhadap proyeksi IHSG di tahun ini
Jepang, ekonomi terbesar ketiga di dunia, memperpanjang keadaan daruratnya di Tokyo dan wilayah sekitarnya pada hari Selasa. Negeri Sakura pun mengumumkan langkah-langkah baru yang mencakup tujuh prefektur lagi untuk melawan lonjakan infeksi Covid-19 yang mengancam sistem medis.
Hedge fund dan money manager memangkas posisi beli bersih dalam minyak mentah AS ke level terendah sejak November dalam pekan hingga 10 Agustus. Infeksi virus corona yang bangkit kembali di beberapa negara mengurangi harapan dimulainya kembali perjalanan udara jarak jauh.
Pemrosesan minyak mentah harian di China, importir minyak terbesar dunia, turun ke level terendah pada Juli sejak Mei 2020 karena pabrik independen memangkas produksi di tengah kuota yang lebih ketat, inventaris yang tinggi, dan laba yang melemah.
Output pabrik dan pertumbuhan penjualan ritel China juga melambat tajam dan meleset dari ekspektasi pada Juli, karena wabah dan banjir baru Covid-19 mengganggu bisnis.
Baca Juga: Banyak kabar buruk, harga emas merangkak naik
Di sisi pasokan, produksi shale oil AS diperkirakan akan meningkat menjadi 8,1 juta barel per hari (bph) pada September, tertinggi sejak April 2020, menurut data pemerintah pada Senin.
Pekan lalu, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mendesak OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak guna mengatasi kenaikan harga bensin. Tetapi empat sumber Reuters mengatakan bahwa OPEC+ percaya pasar minyak tidak membutuhkan lebih banyak suplai daripada yang mereka rencanakan dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: IHSG ditutup melemah pada Senin, ini proyeksi pada hari Rabu (18/8)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News