Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dalam perdagangan West Texas Index (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2019 pada Kamis (7/3) tercatat di angka US$ 56,25 per barel. Angka ini menguat tipis 0,05% atau sekitar US$ 56,22 pada perdagangan sebelumnya.
Akan tetapi jika melihat pergerakkan harga minyak mentah dalam sepekan ke belakang, komoditas ini berada dalam tren pelemahan sekitar 1,72% dibanding Kamis (28/2) harga minyak berda di level US$ 57,22 per barel.
Analis Asia Trade Points Futures, Cahyo Dewanto memandang harga minyak pada hari ini bisa menguat karena optimisme pasar terkait berakhirnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Dengan rencana penandatanganan persetujuan dagang pada tanggal 27 Maret.
Sejatinya ini menjadi stimulus permintaan minyak dan memicu harga minyak untuk naik. Akan tetapi komoditas ini nampaknya tidak bisa tumbuh dengan ideal.
Sebab adanya perkiraan peningkatan produksi minyak AS, yg didominasi oleh Chevron Corp dan Exxonmobil Corp. Selasa kemarin waktu setempat kedua perusahaan minyak ini mengatakan bahwa masing-masing akan memproduksi minyak lebih dari 1 juta barel per hari di cekungan Permian, AS.
“Perkiraan dalam lima tahun ke depan kedua perusahaan tersebut akan mendominasi di bagian Texas Barat dan New Mexico,” kata Cahyo kepada Kontan.co.id, Kamis (7/3).
Secara terpisah pemerintah AS melaporkan bahwa persediaan minyak AS capai 451,5 juta barel. Angka ini jauh dari yang diperkirakan pekan lalu sekitar 1,2 juta barel. Menurut Cahyo artinya terjadi penimbunan cadangan minyak AS. Yang berdampak naiknya supply pasar sehingga harga minyak cenderung melemah.
Sentimen ini dinilai berlangsung hingga terjadi kesetimbangan harga pasar. “Satu-satunya adalah upaya OPEC untuk memperpanjang dan menambah kuota pemangkasan produksi, agar supply minyak di pasar terkendali,” ucap Cahyo.
Asal tahu saja pasokan minyak mentah dari Organization of the Petroleum Exporting (OPEC) pada Desember lalu mencapai sebesar 32,68 juta barel per hari. Artinya persediaan minyak global bulan ini sekitar 31,48 juta barel per hari.
Untuk itu, OPEC yang terdiri dari lima belas negara telah sepakat mengurangi produksinya sekitar 800.000 barel per hari. Sementara Non-OPEC menyumbang pengurangan produksi minyak 400.000 barel per hari.
Cahyo bilang bahwa perlu diwaspadai pada Jumat (8/3) AS akan merilis data penting yakni data non-farm payroll (NFP). “Ini bisa membuat volatil harga minyak dan emas,” tutur Cahyo.
Ia melihat secara teknikal indikator moving average (MA) 20 dan MA 50 mengindikasikan jual. Sementara MA 100 berada di area beli. Moving average convergance divergance (MACD) berada di area jual.
Di sisi lain indikator relative strength index (RSI) menunjuk ke area netral. Stochastic mengindikasikan jual. Kemudian indikator commodity channel index (CCI) 14 mengindikasikan jual. Ia merekomendasikan jual untuk komoditas ini.
Adapun harga minyak global pada Jumat (8/3) diprediksi berada di kisaran harga US$ 55,80-US$ 56,30 per barel. Lebih lebar, kisaran harga komoditas ini sepekan ke depan diramal berada di kisaran US$ 45,00-US$ 65,00 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News