Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
Dalam jangka pendek, Wahyu mencermati, harga minyak sedang konsolidasi, tidak banyak berubah untuk tahun ini. Kecuali jika OPEC khususnya Saudi memangkas produksi lagi, maka minyak bisa naik.
Asal tahu saja, OPEC+, Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak sekutu pada Juni lalu memperpanjang pemangkasan produksi hingga tahun 2025. Langkah pemotongan ini ditujukan untuk mendukung harga yang masih lesu, bahkan saat terjadi gejolak di Timur Tengah dan dimulainya perjalanan musim panas.
Wahyu bilang, Saudi membutuhkan harga minyak yang lebih tinggi untuk mendanai rencana ambisius Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk memvariasikan ekonomi negara jauh dari ekspor bahan bakar fosil.
Baca Juga: Harga Minyak Turun, Kekhawatiran Resesi AS Memicu Aksi Jual
Selain itu, harga minyak yang lebih tinggi juga akan membantu Rusia menjaga pertumbuhan ekonomi dan stabilitas karena menghabiskan banyak uang untuk perang melawan Ukraina.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, harga minyak mentah telah menurun dipengaruhi rilis statistik penggajian nonpertanian AS pekan lalu. Laporan Non Farm Payroll (NFP) AS menunjukkan pertumbuhan pekerjaan turun menjadi 114.000 pada Juli dari 179.000 pada Juni.
Data tenaga kerja AS ini menunjukkan sentimen positif untuk aset safe haven meningkat, meskipun faktanya ekspektasi penurunan suku bunga Fed telah diperhitungkan dan telah memberikan tekanan pada mata uang.
"Beberapa investor khawatir tentang risiko penurunan ekonomi jangka panjang dan kemungkinan resesi," ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (7/8).
Sutopo mencermati, kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, khususnya ancaman pembalasan Iran terhadap Israel dan AS, telah meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.
Baca Juga: Harga Minyak Tertekan Pelemahan Ekonomi Global
Selain itu, ladang minyak Sharara di Libya mengurangi produksi karena protes, sehingga menambah kekhawatiran pasokan.
"Meskipun kebijakan pemangkasan produksi OPEC+ tidak berubah, ada potensi risiko pasokan karena tensi geopolitik Timur Tengah yang berkelanjutan, dapat meningkatkan harga minyak sampai batas tertentu," imbuh Sutopo.
Sutopo menuturkan, penurunan persediaan minyak dan bahan bakar baru-baru ini juga mendukung harga yang lebih tinggi, namun secara teknis perubahan itu belum terlihat. Sinyal permintaan minyak mentah juga tidak seragam.
Permintaan minyak mentah mungkin ditekan oleh data pekerjaan AS yang lemah, menunjukkan fluktuasi penurunan ekonomi yang merugikan konsumsi gas dan minyak. Selain itu, pasar dibayangi oleh berakhirnya musim puncak konsumsi yang biasa terjadi.
Dengan faktor-faktor tersebut, Sutopo memperkirakan, untuk sementara harga WTI kemungkinan akan rebound ke kisaran US$ 75 per barel dan paling tinggi dalam jangka pendek di kisaran US$ 78 per barel. Harga cenderung akan berubah-ubah tergantung pada dinamika pasokan dan tensi geopoltik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News