Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik pada hari Jumat dan berada di jalur untuk kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Permintaan yang kuat menghasilkan penurunan stok minyak Amerika Serikat (AS) yang lebih besar dari perkiraan, mengimbangi kekhawatiran suku bunga AS yang lebih tinggi.
Pada Jumat (7/7) pukul 18.14 WIB, harga minyak mentah Brent berjangka naik 0,5% menjadi US$ 76,88 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 0,5%, menjadi US$ 72,15 per barel. Kedua tolok ukur harga minyak menuju kenaikan lebih dari 2% pada pekan ini.
Harga minyak Brent masih diperdagangkan sekitar US$ 10 per barel di bawah puncak harga April. Harga minyak acuan ini bergerak antara US$ 71 dan US$ 79 per barel sejak awal Mei dalam menghadapi kenaikan suku bunga dan data ekonomi China yang lemah.
Stok minyak mentah AS turun lebih dari yang diharapkan. Data Administrasi Informasi Energi AS yang dirilis kemarin menunjukkan persediaan bensin membukukan penarikan besar.
Baca Juga: Yellen Mendarat di China, Berharap Dapat Cairkan Hubungan yang Dingin
Eksportir minyak utama Arab Saudi dan Rusia minggu ini juga telah mengumumkan pengurangan produksi baru. Sehingga total pemotongan oleh OPEC dan sekutunya menjadi sekitar lima juta barel per hari (bpd), setara dengan 5% dari permintaan minyak global.
OPEC kemungkinan akan mempertahankan pandangan optimistis pada pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun depan, kata sumber yang dekat dengan OPEC.
Namun, kenaikan harga minyak dibatasi oleh penguatan ekspektasi bahwa Federal Reserve AS kemungkinan akan menaikkan suku bunga pada pertemuan 25-26 Juli. Kenaikan suku bunga dapat membebani pertumbuhan dan permintaan minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Acuan Flat, Pasokan yang Ketat Imbangi Risiko Kenaikan Suku Bunga
Jumlah orang AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat secara moderat minggu lalu. Sementara gaji swasta melonjak pada bulan Juni, menurut data Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Kamis.
"Selama pelaku pasar khawatir bahwa pertumbuhan permintaan minyak akan sangat melambat karena suku bunga dinaikkan dan data ekonomi tetap mengecewakan di China, mereka tidak riseu akan pengetatan pasar yang signifikan," tulis analis Commerzbank dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News