kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Minyak Melanjutkan Kenaikan Akibat Kejutan OPEC+


Selasa, 04 April 2023 / 07:15 WIB
Harga Minyak Melanjutkan Kenaikan Akibat Kejutan OPEC+
ILUSTRASI. Penguatan harga minyak dipicu keputusan OPEC+ untuk memangkas lebih banyak produksi.


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melanjutkan kenaikan setelah kemarin melonjak 6%. Penguatan harga minyak dipicu keputusan OPEC+ untuk memangkas lebih banyak produksi.

Selasa (4/4) pukul 7.00 WIB, harga minyak WTI kontrak Mei 2023 di New York Mercantile Exchange menguat ke US$ 80,44 per barel dari US$ 80,42 per barel setelah kemarin melonjak 6,28%.

Sedangkan harga minyak Brent kontrak Juni 2023 di ICE Futures naik tipis ke US$ 84,96 per barel setelah kemarin melonjak 6,3% ke US$ 84,93 per barel.

Rencana pemangkasan produksi OPEC+ meningkatkan kekhawatiran pengetatan pasokan. Sementara beberapa pengamat memperingatkan penurunan permintaan jika penyuling minyak bergeming membayar harga minyak mentah yang lebih tinggi.

Baca Juga: Harga Emas Menguat Dipicu Kekhawatiran Inflasi Akibat Kenaikan Harga Minyak

Rencana OPEC melemparkan harga minyak Brent ke level tertinggi sejak 7 Maret. Sedangkan harga minyak WTI pun naik ke level tertinggi dua bulan.

Setelah rapat bulanan, OPEC+ pada Minggu (2/4), mengumumkan akan menurunkan target produksinya lebih lanjut sebesar 1,16 juta barel per hari (bpd).

Janji terbaru membuat total volume pemotongan oleh OPEC+ menjadi 3,66 juta barel per hari, termasuk pemotongan 2 juta barel Oktober lalu, menurut perhitungan Reuters. Jumlah ini setara dengan sekitar 3,7% dari permintaan global.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan telah diberi "peringatan" tentang pemotongan produksi. Pemerintah AS mengatakan kepada pejabat Saudi bahwa mereka tidak setuju dengan rencana pemangkasan produksi.

Baca Juga: Wall Street Menguat Pada Senin (3/4), Saham Tesla Menekan Nasdaq

OPEC menggambarkan pemangkasan produksi ini sebagai tindakan pencegahan. Analis mengatakan, pelemahan ekonomi dan peningkatan stok minyak mendukung keputusan tersebut. Bulan lalu, harga Brent diperdagangkan mendekati US$ 70 per barel, level terendah dalam 15 bulan, di tengah kekhawatiran melemahnya permintaan.

Sejak pertengahan Desember, persediaan minyak mentah AS telah meningkat cukup stabil dan mencapai level tertinggi dalam dua tahun dalam pekan yang berakhir 17 Maret. "Sanksi Barat terhadap Rusia juga telah menyebabkan sejumlah besar kargo minyak mentah Rusia beredar di pasar," kata analis Mizuho Bob Yawger kepada Reuters.

Namun, pembatasan produksi OPEC+ membuat sebagian besar analis menaikkan perkiraan harga minyak Brent mereka menjadi sekitar US$ 100 per barel pada akhir tahun. "Hal ini pada gilirannya dapat mendorong kenaikan suku bunga yang lebih agresif dari bank sentral dan secara bertahap mendorong ekonomi lebih dekat ke resesi," kata Yawger.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Melonjak Tinggi, Pengurangan Produksi OPEC+ Kejutkan Pasar

Aktivitas manufaktur AS pada bulan Maret merosot ke level terendah dalam hampir tiga tahun. Aktivitas manufaktur dapat menurun lebih lanjut karena kredit yang lebih ketat dan biaya pinjaman yang lebih tinggi.

Fawad Razaqzada, anlis City Index mengatakan bahwa sentakan inflasi terhadap ekonomi dunia dari kenaikan harga minyak akan mengakibatkan kenaikan suku bunga lebih lanjut. "Orang tidak akan berhenti mengemudi atau bepergian dengan pesawat karena harga minyak yang tinggi. Oleh karena itu, permintaan hanya akan terpengaruh secara moderat oleh kenaikan harga minyak," kata dia.

Namun, dalam jangka panjang, permintaan akan energi dapat merosot jika penyulingan minyak menurunkan aktivitasnya untuk mengimbangi kenaikan biaya input. Hasil penyulingan yang lebih rendah dapat mendorong harga di pompa mendekati rekor tahun lalu US$ 5 per galon, kata Yawger dari Mizuho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×