Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret 2020 di New York Mercantile Exchange melesat 1,09% ke US$ 50,15 per barel pada Rabu (5/2) pukul 11.30 WIB. Kemarin, harga minyak menyentuh level terendah sejak awal Januari 2019.
Sedangkan harga minyak brent untuk pengiriman April 2020 di ICE Futures melonjak 1,20% ke US$ 54,61 per barel. Harga minyak ini pun rebound dari level terendah sejak awal Januari 2019.
Harga minyak melesat setelah OPEC+ menimbang pemangkasan produksi lebih lanjut untuk mengantisipasi penurunan permintaan minyak akibat virus corona. Sekadar informasi, OPEC+ bertemu di Wina, Austria sejak kemarin hingga hari ini. Jadwal pertemuan ini maju sebulan dari rencana semula pada bulan Maret.
Baca Juga: Harga minyak naik tipis setelah menyentuh level terendah setahun terakhir
"Aksi jual minyak masuk ke wilayah jenuh jual sehingga kenaikan harga ini tidak mengherankan," kata Edward Moya, analis OANDA kepada Reuters. Tapi, Moya mengingatkan bahwa dampak pembatasan produksi akan sia-sia jika penanganan virus corona di China berlangsung lama.
China adalah importir terbesar minyak mentah dunia dan penyokong permintaan energi utama dalam beberapa tahun terakhir. "Ini adalah waktu kritis bagi harga minyak. Jika pun OPEC+ memutuskan pemangkasan produksi lebih dalam, penutupan pabrik pengolahan China akan mengganggu permintaan," kata Moya.
Moody's Analytics mengatakan bahwa di harga sekarang ini, produsen komoditas akan mulai memangkas produksi dan investasi. "Mengingat potensi kerugian ekonomis dari virus, prospek kenaikan harga dalam waktu cepat masih sulit," ungkap Moody's Analytics dalam catatan yang dikutip Reuters.
Baca Juga: Ini penyebab Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Januari diprediksi susut
Sementara itu, data American Petroleum Institute kemarin menunjukkan bahwa stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik 4,2 juta barel menjadi 432,9 juta barel pada akhir pekan 31 Januari 2020. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang prediksi analis yang meramalkan kenaikan persediaan sebesar 2,8 juta barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News