Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak merangkak naik menjelang akhir pekan. Jumat (20/9) pukul 7.09 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2019 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 58,86 per barel, naik 1,26% jika dibandingkan dengan harga penutupan kemarin pada US$ 58,13 per barel.
Sedangkan harga minyak brent untuk pengiriman November 2019 di ICE Futures berada di US$ 64,98 per barel. Harga minyak acuan internasional ini menguat 0,90% jika dibandingkan dengan harga kemarin pada US$ 64,40 per barel.
Kenaikan harga minyak brent ini berlanjut setelah kemarin menguat 1,25% dalam sehari. Lonjakan harga minyak ini terjadi meski sebelumnya Arab Saudi mengatakan akan mengembalikan kapasitas produksi ke level sebelum serangan, pada akhir bulan September.
Baca Juga: U.S. building coalition after Saudi oil attack, Iran warns against war
"Industri minyak Saudi bisa terancam lagi dan akan ada lebih banyak gangguan di Teluk Persia," kata Gene McGillian, vice president of market research Tradition Energy kepada Reuters.
Tensi Timur Tengah memanas setelah Amerika Serikat dan Saudi menuduh Iran berada di balik serangan yang terjadi Sabtu (14/9) lalu. Peralatan pertahanan Saudi yang dibeli dari Amerika Serikat (AS) ditembus oleh serangan drone yang melumpuhkan separuh pasokan minyak Saudi. Peralatan canggih berharga miliaran dolar milik Saudi ini didesain terutama untuk menahan serangan udara.
AS pun sedang membangun koalisi untuk melawan Iran di Timur Tengah. Hal ini akan menambah tensi geopolitik di wilayah kaya minyak di Asia Barat. "Yang masih menggantung di pasar adalah respons yang mungkin terjadi. Bagaimana AS dan Arab merespons ancaman serangan?" kata Mc Gillian.
Baca Juga: OECD pangkas lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5% di 2019 dan 2020
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa pihaknya tengah membangun koalisi untuk tujuan diplomasi.
The Wall Street Journal yang dikutip Reuters menyebutkan bahwa Saudi meminta Irak sekitar 20 juta barel minyak. Tetapi, kantor berita Irak menyebutkan bahwa Irak membantah adanya permintaan dari Saudi untuk memasok fasilitas pengolahan minyak Saudi. "Kabar ini menyebabkan pasar minyak bertanya-tanya apakah Saudi mampu menyelesaikan gangguan dengan baik," kata John Kilduff, partner Again Capital.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News