Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak mentah naik lebih dari 2% pada Kamis (27/2), setelah Presiden AS Donald Trump mencabut lisensi yang diberikan kepada perusahaan minyak AS, Chevron, untuk beroperasi di Venezuela.
Langkah ini memicu kekhawatiran pasar terhadap pasokan minyak global.
Investor juga masih memantau perkembangan potensi kesepakatan damai di Ukraina, yang dapat meningkatkan aliran minyak dari Rusia.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$1,51 atau 2,1%, menjadi US$74,04 per barel.
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,73 atau 2,5%, menjadi US$70,35 per barel.
Pada sesi sebelumnya, harga minyak sempat jatuh ke level terendah sejak 10 Desember.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik 1% Kamis (27/2), Trump Cabut Lisensi Chevron di Venezuela
Dampak Pencabutan Lisensi Chevron
Menurut analis di PVM, Tamas Varga, pasar lebih menyukai kejelasan daripada ketidakpastian.
"Tanpa kepastian mengenai tarif dan perdamaian di Eropa Timur, harga minyak akan tetap defensif dengan kenaikan harga yang spontan berdasarkan berita," katanya.
Pencabutan lisensi ini berarti Chevron tidak lagi dapat mengekspor minyak mentah dari Venezuela.
Jika perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA, mengambil alih ekspor minyak tersebut, kilang minyak AS tidak dapat membelinya karena terkena sanksi Amerika.
Langkah ini juga dapat mendorong negosiasi baru antara Chevron dan PDVSA untuk mengekspor minyak ke negara lain selain AS, menurut sumber yang dekat dengan pembicaraan tersebut.
Saat ini, Chevron mengekspor sekitar 240.000 barel per hari dari Venezuela, yang merupakan lebih dari 25% produksi minyak negara tersebut.
Analis di TD Cowen memperkirakan bahwa keluarnya Chevron dapat mengurangi produksi minyak Venezuela, yang berpotensi memberi ruang bagi OPEC+ untuk meningkatkan produksi.
Jika ini terjadi, kilang minyak AS di wilayah pesisir bisa mengalami kenaikan biaya pengadaan minyak.
Sebaliknya, jika OPEC+ tidak meningkatkan pasokan, harga minyak mentah berat dan asam (heavy sour crude) akan naik, yang dapat merugikan kilang-kilang AS.
Baca Juga: Trump Cabut Lisensi Minyak Chevron di Venezuela, Tuduh Maduro Gagal Reformasi Pemilu
OPEC+ dan Kebijakan Produksi
Harga minyak sempat melonjak dalam perdagangan harian setelah Reuters melaporkan bahwa OPEC+ tengah mempertimbangkan untuk menunda rencana peningkatan produksi pada April.
Sejumlah anggota kesulitan membaca kondisi pasokan global, terutama karena sanksi baru AS terhadap Venezuela, Iran, dan Rusia, menurut delapan sumber OPEC+.
Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, memperkirakan bahwa OPEC+ akan menunda pemulihan pemotongan produksi sukarela setidaknya hingga akhir April, bahkan mungkin hingga akhir kuartal kedua 2025, jika harga Brent tetap di sekitar $75 per barel.
Faktor Geopolitik dan Ekonomi AS
Trump juga terlibat dalam upaya memfasilitasi kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina.
Ia mengatakan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy akan berkunjung ke Washington pada Jumat untuk menandatangani perjanjian terkait mineral tanah jarang.
Namun, Zelenskiy menegaskan bahwa keberhasilan perundingan sangat bergantung pada dukungan lanjutan AS.
Baca Juga: Serangan Drone Hantam Ekspor Minyak Chevron dan Exxon Melalui Rusia
Dari sisi ekonomi, pemerintah AS mengonfirmasi bahwa pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal keempat.
Momentum pertumbuhan tampaknya masih lesu di awal tahun ini, ditambah dengan cuaca dingin ekstrem dan kekhawatiran tarif baru yang berpotensi meningkatkan harga barang.
Di sektor tenaga kerja, jumlah klaim tunjangan pengangguran di AS naik lebih tinggi dari perkiraan pekan lalu.
Sementara program bantuan pengangguran lain belum menunjukkan dampak dari PHK besar-besaran pekerja federal.
Selanjutnya: KPR Masih Bertumbuh, Asuransi Ikut Menuai Berkah
Menarik Dibaca: 6 Penyebab Anda Berkeringat saat Tidur, Bisa Jadi Stres dan Cemas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News