Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak rebound singkat ke level kisaran US$70 per barel. Sayangnya tren penguatan ini diprediksi tidak akan berlangsung sampai tahun depan.
Berdasarkan Trading Economic, Rabu (4/12) pukul 18:54 wib, minyak WTI naik 0,23% ke level US$ 70,141 per barel. Ini merupakan lonjakan penguatan 2,2% dalam sebulan terakhir.
Sementara minyak Brent naik 0,28% ke level US$ 73,844 per barel, dan menandai penguatan 2,02% dalam sebulan terakhir.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Tipis Rabu (4/12), Jelang Keputusan OPEC+
Pengamat komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono menjelaskan, rebound harga tersebut dipicu kondisi geopolitik dan kebijakan OPEC+ yang disinyalir menahan produksinya untuk bulan-bulan mendatang pada awal 2025.
"OPEC+ diperkirakan akan memperpanjang pemotongan pasokan hingga akhir kuartal pertama mendatang," kata Wahyu kepada KONTAN, Rabu (4/11).
Terkait geopolitik Timur Tengah, baru-baru ini Israel terus menyerang Lebanon meskipun ada kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 27 November 2024.
Baca Juga: Penundaan Peningkatan Produksi OPEC+ Dorong Tren Bullish Harga Minyak
Pada hari Selasa, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengatakan kontrak diplomatik sedang berlangsung untuk menghentikan pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata dan memastikan penarikan Israel dari kota-kota perbatasan.
Namun, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz tidak menghiraukan dan mengancam akan menyerang target negara Lebanon jika kesepakatan gencatan senjata dengan Lebanon runtuh. Faktor tersebut yang membuat minyak dalam tren bullish.
Tetapi secara keseluruhan, lanjut Wahyu, tren harganya masih kurang meyakinkan dan berpotensi melemah. Sebab konsumen minyak terbesar, China, masih akan mengalami perlambatan ekonomi.
Hal ini akan memicu berkurangnya permintaan terhadap minyak dari negara importir terbesar itu.
Baca Juga: Harga Minyak Kompak Menguat Lebih dari 2%, Pasar Menanti Pemangkasan Pasokan OPEC+
Di sisi lain, Wahyu mengatakan bahwa Arab Saudi, eksportir minyak terbesar di dunia melaporkan tengah bersiap untuk mengurangi harga minyak bagi pembeli Asia.
Ia mencermati penurunan harga yang dilakukan Arab merupakan respon antisipasi dan penyesuaian strategis untuk menjaga daya saing di wilayah yang penting bagi ekspor minyak Saudi.
Wahyu mengutip Reuters harga jual resmi (OSP) untuk Arab Saudi flagship Arab Light mentah bisa turun sebesar US$0,70 – US$0,90 per barel dari level Desember 2024.
"Penurunan ini diperkirakan akan membawa harga ke titik terendah sejak 2021. Sumber-sumber di kilang-kilang Asia menunjukkan bahwa penurunan sejalan dengan penurunan indikator pasar di wilayah tersebut," lanjut Wahyu.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Selasa (3/12), Brent ke US$72,59 dan WTI ke US$68,85
Maka dari itu, Wahyu memprediksi pergerakan minyak pada tahun 2025 akan cenderung lemah. Dalam jangka pendek proyeksi Wahyu harga minyak akan konsolidasi sekitar US$60 - US$80 per barel.
Selanjutnya: BNI Ventures Bangun Ekosistem Startup dengan Menggandeng IPB
Menarik Dibaca: Hadirkan Ekosistem Hunian Sewa Komprehensif, Ini Deretan Produk Hunian dari Rukita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News