Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak bergerak bulllish pada perdagangan siang ini, didukung oleh isyarat penundaan peningkatan produksi OPEC+ dan eskalasi konflik di Timur Tengah.
Mengutip Trading Economics, Rabu (4/12) pukul 12.41 wib minyak mentah menguat 0,13% ke level US$ 70,074 per barel. Sedangkan minyak Brent diperdagangkan pada level US$ 73,82 per barel, atau menguat 0,23% dalam sehari.
Research Development ICDX Girta Yoga mengatakan ditengah lesunya pergerakan ekonomi China yang merupakan importir terbesar minyak, isyarat penundaan peningkatan produksi OPEC+ berhasil mendorong harga minyak tetap dalam tren bullish.
Adapun aktivitas sektor jasa di China berekspansi pada laju yang lebih lambat, turun menjadi 51,5 pada bulan November dari 52,0 pada bulan Oktober.
Baca Juga: Harga Minyak Kompak Menguat Lebih dari 2%, Pasar Menanti Pemangkasan Pasokan OPEC+
Perlambatan tersebut disebabkan oleh tekanan terhadap pertumbuhan bisnis baru, termasuk sektor ekspor, akibat ancaman kebijakan Trump mengenai kenaikan tarif AS.
Selain itu laporan terbaru yang dirilis oleh grup industri API menunjukkan stok minyak mentah naik sebesar 1,2 juta barel untuk pekan yang berakhir 29 November, dan stok bensin juga melonjak naik 4,6 juta barel. Hal ini mengindikasikan permintaan yang sedang lesu di pasar energi AS.
Di sisi lain, kelompok aliansi OPEC dan sekutunya tengah membahas kesepakatan untuk menunda peningkatan produksi selama tiga bulan. Rencana tersebut disinyalir akan dimulai pada bulan Januari dengan kenaikan awal sebesar 180.000 bph.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Selasa (3/12), Brent ke US$72,59 dan WTI ke US$68,85
"Rencana penundaan ini juga merupakan usulan utama yang akan dibahas dalam pertemuan daring tanggal 4 Desember, dan sejauh ini belum ada yang menentang," jelas Yoga dalam riset harian, Rabu (4/12).
Dukungan lain terhadap penguatan harga logam hitam ini adalah potensi eskalasi dan meluasnya konflik Timur Tengah. Sebab Israel pada hari Selasa mengancam akan kembali berperang dengan Hizbullah jika kelompok itu gagal melakukan gencatan senjata, dan menekankan bahwa serangannya akan lebih meluas bahkan menargetkan negara Lebanon.
Berdasarkan analisa ini, Yoga memproyeksi harga minyak punya peluang menlanjutkan tren bullish. Menurutnya minyak berpotensi menemui posisi US$ 72 per barel. Namun, tetap perlu waspada terhadap sentimen negatif. Apabila demikian, maka harga minyak berpotensi turun ke support terdekat di level US$ 67 per barel.
Selanjutnya: Indonesia Bioeconomy Initiative Workshop: Dorong Bioekonomi Masa Depan Berkelanjutan
Menarik Dibaca: Harga Emas Naik Tipis, Terpicu Gejolak Politik di Korsel dan Prancis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News