Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak WTI bergerak mendekati level tertinggi sejak akhir Juni 2022. Kenaikan harga solar berjangka AS dan kekhawatiran ketatnya pasokan minyak setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan menjadi penyokong kenaikan harga minyak pekan ini.
Jumat (8/9), harga minyak WTI kontrak Oktober 2023 di New York Mercantile Exhange menguat 0,74% ke US$ 87,51 per barel, hampir menembus lagi level tertinggi sejak akhir Juni 2023 yang sebesar US$ 87,54 per barel yang tercapai pada Rabu (6/9). Dalam sepekan, harga minyak WTI menguat 2,29%.
Sedangkan harga minyak Brent kontrak November 2023 di ICE Futures menguat 0,81% pada Jumat (8/9) ke level US$ 90,65 per barel. Ini adalah harga tertinggi minyak Brent sejak awal Juli 2022 menurut data Bloomberg. Dalam sepekan, harga minyak acuan internasional ini menguat 2,37%.
Kedua patokan minyak mentah tersebut tetap berada di wilayah overbought secara teknis selama enam hari berturut-turut. Kenaikan harga minyak mingguan ini menyusul penguatan pekan lalu sekitar 5% untuk Brent dan sekitar 7% untuk WTI.
Baca Juga: Deflasi China Mereda, Stimulus Lebih Lanjut Diperkirakan Akan Memacu Permintaan
"Harga minyak mentah terus diperdagangkan berdasarkan faktor penawaran. Tidak ada yang meragukan bahwa OPEC+ akan menjaga pasar tetap ketat hingga musim dingin," Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analisis OANDA, mengatakan dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia secara kolektif dikenal sebagai OPEC+. Pekan ini, anggota OPEC+, Arab Saudi dan Rusia, memperpanjang pengurangan pasokan sukarela mereka sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.
Arab Saudi mungkin akan kesulitan mengakhiri pemotongannya pada akhir tahun tanpa memicu penurunan harga, kata analis Commerzbank dalam sebuah catatan. Di AS, perusahaan-perusahaan energi pada minggu ini menambah satu rig minyak, peningkatan mingguan pertama sejak bulan Juni, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes.
Meningkatnya harga solar AS juga mendukung harga minyak mentah dengan minyak pemanas berjangka naik sekitar 3%.
Para pedagang energi mencatat bahwa pemeliharaan kilang musiman di Rusia pada bulan September kemungkinan akan mengurangi ekspor solar namun dapat menyebabkan peningkatan ekspor minyak.
Secara terpisah, Presiden Venezuela Nicolas Maduro tiba di Tiongkok pada hari Jumat untuk kunjungan pertamanya dalam lima tahun. Tiongkok adalah importir minyak terbesar di dunia dan Venezuela, anggota OPEC, memiliki cadangan minyak mentah terbesar di dunia.
Baca Juga: Pemilik Lahan Industri Ketiban Berkah Ekspansi Manufaktur
Pasar minyak masih mengkhawatirkan prospek permintaan di Tiongkok, yang mengalami pemulihan pascapandemi yang lamban dan janji stimulus yang jauh dari ekspektasi. Tiongkok dilanda hujan lebat sejak pencatatan dimulai 140 tahun lalu di Hong Kong, menewaskan dua orang dan melukai lebih dari 140 orang.
Data pada hari Kamis menunjukkan keseluruhan ekspor dan impor Tiongkok turun pada bulan Agustus karena melemahnya permintaan luar negeri dan lemahnya belanja konsumen menekan dunia usaha.
Di Jerman, majelis rendah parlemen meloloskan rancangan undang-undang yang dapat mengurangi permintaan bahan bakar fosil di masa depan dengan menghapuskan sistem pemanas minyak dan gas alam secara bertahap.
Pedagang minyak juga mengamati apakah bank sentral di AS dan Eropa akan terus memerangi inflasi dengan menaikkan suku bunga.
“Riyadh (Arab Saudi) sangat menyadari kesulitan yang dihadapi antara memperketat pasar dan mengganggu kemajuan yang sampai saat ini dicapai oleh bank sentral dalam mengendalikan inflasi yang didorong oleh kenaikan harga,” kata John Evans dari pialang minyak PVM.
Kenaikan suku bunga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News