Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak berbalik menguat di awal pekan ini setelah turun dua hari perdagangan jelang akhir pekan lalu. Senin (27/3) pukul 7.35 WIB, harga minyak WTI kontrak Mei 2023 di New York Mercantile Exchange menguat 0,52% ke US$ 69,62 per barel.
Sedangkan harga minyak Brent kontrak Mei 2023 di ICE Futures menguat 0,31% ke US$ 75,22 per barel. Harga dua minyak acuan menguat pekan lalu karena gejolak sektor perbankan mereda. Brent berjangka naik 2,8% dalam seminggu sementara minyak mentah berjangka AS naik 3,8%.
"Kami mengikuti hambatan ekonomi makro, dan ada korelasi yang baru ditemukan dengan saham," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York kepada Reuters.
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Anjlok, Harga CPO Terendah Sejak 2022
Dolar pagi ini melemah terhadap mata uang lainnya, yang juga menyokong kenaikan harga minyak. Pelemahan dolar membuat minyak mentah lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Pemerintah AS mengatakan pada bulan Oktober lalu, akan membeli kembali minyak untuk SPR ketika harga berada di atau di bawah sekitar US$ 67-US$ 72 per barel.
Pada hari Kamis, Menteri Energi AS Jennifer Granholm mengatakan pengisian ulang Cadangan Minyak Strategis (SPR) negara itu mungkin memakan waktu beberapa tahun, mengurangi prospek permintaan. Dia menambahkan kepada anggota parlemen bahwa akan sulit untuk memanfaatkan harga rendah tahun ini untuk menambah stok, yang berada pada level terendah sejak 1983 setelah penjualan diarahkan oleh Presiden AS Joe Biden tahun lalu.
Baca Juga: Harga Minyak Melemah 1% di Akhir Pekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya
Harga minyak juga turut ditopang oleh ekspektasi permintaan yang kuat dari China. Goldman Sachs mengatakan permintaan komoditas melonjak di importir minyak terbesar dunia, dengan permintaan minyak mencapai 16 juta barel per hari.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan, pemotongan yang sebelumnya diumumkan sebesar 500.000 barel per hari (bpd) dalam produksi minyak Rusia akan berasal dari tingkat produksi 10,2 juta bpd pada bulan Februari, menurut laporan kantor berita RIA Novosti.
Ini artinya Rusia bertujuan untuk memproduksi 9,7 juta barel per hari antara Maret dan Juni, menurut Novak. Pengurangan produksi ini yang jauh lebih kecil daripada yang ditargetkan pemerintah Rusia sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News