Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam turut tersepuh sentimen konflik antara Ukraina dan Rusia. Salah satu harga komoditas yang melejit adalah nikel, yang sempat menyentuh di atas level US$ 100.000 per ton.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Luthfi Djamal mengatakan harga nikel masih akan solid tahun ini. Meskipun ada kerenggangan tensi antara Rusia dan Ukraina, harga nikel kemungkinan masih bisa tetap berada di level yang tinggi. Paling tidak berada di atas asumsi awal RHB Sekuritas yakni di level support US$ 23.000 per ton untuk 2022-2023.
Asumsi ini dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti pemberlakuan sanksi untuk ekspor Rusia yang masih berlangsung. Ditambah, percepatan adopsi penggunaan nikel untuk kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Proyek infrastruktur di beberapa negara maju juga mulai pulih pascapandemi, sehingga mendorong permintaan baja anti karat (stainless steel). “Ini membuat tekanan dari sisi permintaan tetap tinggi. Sementara supply belum bisa memenuhi permintaan,” terang Fauzan kepada Kontan.co.id, Kamis (10/3).
Baca Juga: Harga Timah dalam Tren Penguatan, Intip Rekomendasi Saham Timah (TINS)
Selain nikel, eskalasi Rusia-Ukraina turut mendorong harga emas. Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan menyebut harga emas naik ke level tertingginya sejak pertengahan November 2021. Kenaikan ini terjadi di tengah permintaan investor baru seiring ketegangan geopolitik di Ukraina.
Hasan menyebut, kemungkinan akan terjadi pola yang sama pada tahun 2020 ketika harga emas menembus level US$ 2.000 per oz karena selera investor yang tinggi untuk beralih ke aset safe haven selama krisis terjadi.
Ini menjadi angin segar bagi emiten penambang emas seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yang mana lebih dari 50% pendapatannya disumbang oleh segmen emas pada tahun 2021.
Tahun ini, Hasan berekspektasi MDKA bakal kecipratan keuntungan dari kenaikan realisasi harga emas di level US$ 1.900 per oz. Asumsi ini diperkirakan bakal menghasilkan pendapatan dari segmen emas sebesar US$ 209 juta atau naik 6,3% secara year-on-year (yoy). Meskipun memang angka produksi MDKA diperkirakan sedikit lebih rendah 11,8% di level110.000 oz pada tahun ini.
Selain emas, pasar tembaga juga akan tetap berkilau pada tahun ini. Hasan berekspektasi harga tembaga akan tetap solid di kisaran US$ 9.000 per ton tahun ini.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit di Tengah Sentiment Kenaikan DMO CPO
MDKA sendiri mengungkapkan bahwa target produksi tembaga tahun ini berkisar antara 18.000 ton sampai 22.000 ton. Namun BRI Danareksa Sekuritas berekspektasi MDKA dapat memproduksi 22.000 ton tembaga. Ini bisa menghasilkan pendapatan sebesar US$ 198 juta dan berkontribusi hampir 50% terhadap pendapatan MDKA tahun ini.
Di sisi lain, RHB Sekuritas tetap optimis dengan fundamental beberapa pemain nikel Indonesia seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Kenaikan harga nikel tetap akan mendorong kinerja emiten, terutama di sisi topline (pendapatan).
Akan tetapi, RHB Sekuritas belum memperhitungkan potensi peningkatan volume penjualan dalam output dari proyek yang sedang dijalankan oleh ANTM dan INCO. Fauzan merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.450. Sementara untuk INCO masih dalam under review karena target harganya yang sudah terlewati.