Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga mayoritas komoditas logam industri masih berada dalam tekanan. Hanya timah yang mampu bergerak positif dalam sebulan terakhir.
Research & Development ICDX Girta Yoga mengamati, pergerakan harga logam industri di bulan Juli hingga Jumat (21/7) kebanyakan masih dalam situasi bearish yang penuh tekanan.
Komoditas logam industri seperti nikel, tembaga dan aluminium tercatat mengalami penurunan masing-masing sebesar 1.9%, 0.30%, dan 3.10%, sementara timah mampu mencatatkan pertumbuhan positif sekitar 6%.
Pergerakan harga nikel dipengaruhi oleh kekhawatiran penurunan permintaan nikel oleh China pasca salah satu negara produsen terbesar nikel membatasi ekspor mineral strategis dan produksi kendaraan listrik.
Harga tembaga turut dipengaruhi oleh kekhawatiran akan penurunan permintaan oleh China setelah data ekonomi yang dirilis beberapa waktu terakhir mengindikasikan ekonomi negara konsumen utama logam industri itu sedang berjuang untuk memulihkan ekonominya.
Baca Juga: Ini Deretan Emiten yang Diramal Masuk dan Keluar Indeks LQ45, Ada BUMI Hingga GGRM
Sebaliknya, Aluminium dipengaruhi oleh kelebihan pasokan di China. Produksi output aluminium di China berpotensi pulih pasca pembangkit tenaga air kembali mencapai 50% atau setara dengan 50% dari kapasitas yang dibatasi pada bulan Agustus. Tenaga air merupakan tenaga penyokong untuk peleburan di wilayah utama penghasil aluminium di Yunnan, China.
Sementara itu, Yoga menjelaskan, harga timah lebih disebabkan oleh Myanmar yang merupakan negara penyuplai utama bahan baku produksi Timah berencana membatasi pasokan bahan baku ke China. Hal itu karena adanya implementasi kebijakan untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan, termasuk eksplorasi dan pemrosesan di Myanmar mulai bulan Agustus 2023.
Indonesia yang merupakan negara produsen terbesar kedua dunia juga berencana untuk mendorong konsumsi timah untuk tujuan pengolahan dalam negeri. Padahal di sisi permintaan, terutama dari sektor semikonduktor global mengalami peningkatan.
Girta mengatakan, situasi pemulihan ekonomi global terutama di China akan menjadi perhatian utama bagi pergerakan harga logam industri. Sebab, peran China begitu penting dalam peta perdagangan logam industri dunia.
Harga logam industri ke depannya turut bergantung pada situasi di negara produsen utama logam industri lain seperti Indonesia, Myanmar, Chili dan lainnya. Serta, situasi di negara konsumen utama logam industri seperti Jepang, AS, Uni Eropa, dan lainnya.
“Logam industri juga berkaitan dengan situasi di pasar komoditas terkait seperti komoditas energi yang berkaitan dalam proses produksi,” jelas Yoga kepada Kontan.co.id, Jumat (21/7).
Baca Juga: Menakar Arah IHSG dan Rekomendasi Saham Pilihan Analis pada Pekan RDG BI dan FOMC
Yoga memperkirakan harga nikel di akhir tahun akan menemui level resistance di kisaran harga US$ 24.000 per ton – US$ 25.000 per ton. Jika mendapatkan katalis negatif, maka harga berpotensi turun menuju level support di kisaran harga US$ 18.000 per ton – US$ 16.000 per ton.
Harga tembaga diperkirakan berada di level resistance di kisaran harga US$ 4.25 per pounds – 4.50 per pounds. Jika mendapatkan katalis negatif, maka harga berpotensi turun menuju level support di kisaran harga US$ 3.50 per pounds – US$ 3.25 per pounds.
Aluminium diproyeksikan harganya bakal berada di level resistance sekitar US$ 2.500 per ton – US$ 2.700 per ton. Apabila mendapatkan katalis negatif, maka harga aluminium berpotensi turun menuju level support di kisaran harga US$ 2.000 per ton – US$ 1.800 per ton.
Sedangkan, harga timah diperkirakan berada di level resistance pada kisaran harga US$ 32.000 per ton – US$34.000 per ton. Jika mendapat katalis negatif, maka harga timah berpotensi turun menuju level support di kisaran harga US$ 25.000 per ton – US$23.000 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News