kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Harga Komoditas Logam Industri Masih Sulit Naik di Tengah Ancaman Resesi Global


Minggu, 16 April 2023 / 16:05 WIB
Harga Komoditas Logam Industri Masih Sulit Naik di Tengah Ancaman Resesi Global
ILUSTRASI. Harga komoditas logam industri masih sulit bergerak naik di tengah ancaman resesi global.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam industri masih sulit bergerak naik di tengah ancaman resesi global. Nikel mengalami koreksi harga cukup dalam di sepanjang tahun ini.

Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono menjelaskan, pembukaan kembali aktivitas pasca-pandemi covid-19 menjadi pendukung utama harga logam industri. Ancaman inflasi, agresivitas The Fed dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) mulai mereda. Faktor konflik geopolitik sedikit banyaknya juga berpengaruh pada harga logam industri, tetapi bisa diantisipasi.

Hanya saja, ancaman negatif resesi global masih kuat. Data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) baru-baru ini terpantau masih mengecewakan yang menyebabkan harga komoditas logam industri terancam dan sulit untuk bullish. Hanya data non-farm payroll (NFP) AS yang masih bisa menambahkan sebesar 236.000 pekerjaan di Maret 2023, dibanding 326.000 pekerjaan pada bulan Februari 2023.

Mengutip Bloomberg per 14 April 2023, harga tembaga LME menguat 7,78% menuju level US$ 9,023 per metrik ton sejak awal tahun atau secara year to date (ytd). Harga Aluminium LME menguat tipis sebesar 0,32% ke level US$ 2,385 per ton. Harga timah saat ini berada pada harga US$ 24,853 per ton atau menguat hanya 0,18%. Sementara, nikel justru terkoreksi sebesar 19,69% ke level harga US$ 24,132 per ton.

Baca Juga: Simak Deretan Emiten BUMN yang Kinerjanya Diproyeksi Solid Tahun Ini

Wahyu menyoroti, satu faktor lebih lanjut yang mendukung harga aluminium adalah risiko penerapan sanksi pemerintah AS terhadap perusahaan aluminium Rusia seperti Rusal. Adanya larangan impor produk aluminium Rusia sebagai bentuk kecaman invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai sejak 2022 lalu.

Di saat negara Barat terus menghindari aluminium Rusia, China tetap menjadi pembeli yang bersemangat. Bahkan, impor aluminium China dari Rusia meningkat hampir tiga kali lipat, dengan data pabean yang menunjukkan impor melonjak lebih dari 266% selama Januari dan Februari 2023.

Secara historis, Wahyu menjelaskan, Rusia mewakili pemasok kunci untuk Tiongkok. Pada tahun 2022, Rusia menyumbang 69% dari total impor aluminium primer ke Tiongkok. Peningkatan terbaru ini masih terjadi pada saat sektor aluminium China sebenarnya melambat akibat kekurangan air yang parah.

“Jadi karena negara-negara barat semakin mempersempit impor Rusia di sepanjang tahun lalu, China malah memilih untuk mengambil keuntungan dari bahan diskon,” imbuh Wahyu kepada Kontan.co.id, Jumat (14/4).

Baca Juga: Harga Emas dan Nikel Kinclong, Simak Rekomendasi Saham Aneka Tambang (ANTM)

Industri konstruksi dan otomotif China sebagian besar masih akan mendorong permintaan aluminium. Tetapi, waspadai pelemahan ekonomi China berpotensi menekan harga aluminium nantinya.

Wahyu menuturkan, faktor China memang sangat krusial bagi logam industri. Harga tembaga juga terkait erat dengan ekonomi China karena negeri tirai bambu mengonsumsi lebih dari setengah volume dunia.

Hanya saja, tembaga walaupun cukup bertahan, namun potensi pelemahan harga masih terbuka tahun ini. Outlook harga tembaga konsolidasi potensial agak melemah.

Pasalnya, ekonomi China tidak bisa begitu diharapkan. Data yang dirilis baru-baru ini menunjukkan lonjakan ekspor China yang mengejutkan setelah lima bulan mengalami penurunan. Meski data tersebut dibantah oleh indikator lain, termasuk harga factory gate yang turun dengan laju tercepat sejak Juni 2020.

Baca Juga: Analis Rekomendasikan Buy Saham ANTM, INCO, dan MDKA, Ini Alasannya

Impor batu bara dan bijih besi menguat, data bea cukai menunjukkan pembelian tembaga China turun dengan impor konsentrat turun 7% year on year (YoY), sementara impor tembaga mentah turun hampir 20%. Pada tingkat saat ini, impor tembaga olahan diperkirakan akan turun di bawah 5 juta ton untuk tahun 2023 dibandingkan dengan 5,9 juta pada tahun 2022. Sedangkan, pengapalan konsentrat akan jauh di bawah 25,3 juta ton seperti tahun lalu.

Sementara itu, harga timah naik makin kuat oleh isu Indonesia. Di tengah kesulitan rantai pasokan, kekurangan energi, dan penutupan smelter, kebutuhan akan timah diperkirakan terus meningkat. Ini masih jadi fundamental yang sangat strategis bagi timah

Namun, Wahyu mewaspadai harga timah di tahun ini bakal terancam resesi dan pasokan yang terus meningkat. Fitch memperkirakan permintaan yang terus melemah selama tahun 2023 dan sedikit peningkatan dalam pasokan karena operasi penambangan dan peleburan menjadi lebih normal di seluruh pasar. Lembaga tersebut juga mencatat bahwa stok timah global telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, terutama sejak Juni 2022 dan seterusnya akan membatasi potensi kenaikan harga.

Sementara itu, harga nikel bergerak tidak cukup baik karena suplai yang berlebihan. Tim Riset S&P Global Commodity Insights' Metals and Mining memperkirakan pertumbuhan pasokan nikel primer Indonesia akan menyebabkan pasar nikel primer global surplus 113.000 mt pada 2022 menjadi surplus 174.000 mt tahun ini.

Beberapa proyek diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2023, termasuk proyek Huafei Nickel-Cobalt, proyek PT QMB dan PT ChengMach Nickel yang selanjutnya dapat menekan harga nikel. Di sisi lain, pemulihan di sektor Electric Vehicle (EV) menuju kuartal II-2023 nampak belum pasti di tengah diskon besar untuk kendaraan bermesin pembakaran internal yang kemungkinan akan menantang permintaan bahan baterai secara keseluruhan.

Baca Juga: Makin Berkilau, Harga Emas Menuju US$ 2.300 Per Ons Troi

Wahyu memaparkan data terbaru dari Kelompok Studi Nikel Internasional menunjukkan lonjakan besar-besaran 22% YoY di bulan Januari untuk produksi nikel global, meskipun mencatat penurunan produksi dari total bulan Desember.

Pada kecepatan saat ini, produksi nikel yang ditambang diperkirakan melebihi 3,2 juta ton per tahun. Lonjakan tersebut terutama didorong oleh peningkatan berkelanjutan dalam produksi Indonesia yang meningkat lebih dari 41% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.

Sebaliknya, permintaan nikel olahan malah menyusut sebesar 5% pada bulan Januari dan naik lebih rendah sebesar 2% dibandingkan dengan tahun 2022. Angka bulan Januari diterjemahkan menjadi permintaan tahunan sebesar 2,8 juta ton untuk memberikan surplus pasar sebesar 255.000 ton.

Kendati demikian, fundamental nikel dianggap lebih kuat, di mana suplai memang lebih ketat dan kebutuhan teknologi masih jadi andalan. Pertumbuhan permintaan nikel ke depan sebagian besar akan didorong oleh sektor baterai yang diperkirakan membuat pasar mengalami defisit pasokan pada tahun 2026.

Wahyu berujar, banyak produsen dan pengguna akhir di pasar juga memperkirakan bahwa permintaan sektor baterai akan nikel akan meningkat secara substansial, beberapa menyematkannya mendekati 35% dari total permintaan pada tahun 2030.

“Penggunaan baterai diharapkan menjadi pendorong utama permintaan logam nikel dalam beberapa tahun mendatang. Nikel adalah logam kritis yang penting dalam banyak teknologi energi bersih, ujar Wahyu.

Wahyu memproyeksikan harga aluminium akan berkisar US$2.300 per ton–US$ 3.300 per ton. Harga tembaga diperkirakan sebesar US$ 9.000 per ton-12.000 per ton, timah di kisaran US$ 15.000 per ton–US$ 45.000 per ton. Sedangkan, harga untuk nikel diperkirakan berkisar US$ 15.000 per ton–US$ 33.000 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×