kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga komoditas energi diprediksi terus tertekan hingga akhir 2020, ini sebabnya


Kamis, 10 September 2020 / 02:05 WIB
Harga komoditas energi diprediksi terus tertekan hingga akhir 2020, ini sebabnya


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek harga komoditas energi berpotensi untuk melanjutkan pelemahannya hingga tahun ini. Ini mengingat, masih banyak sentimen yang bakal menekan harga minyak global.

Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah jenis WTI sempat melorot ke level US$ 36,90 per barel pada perdagangan Selasa (8/9). Untungnya, pada perdagangan Rabu (9/9) harga tampak mulai kembali menanjak ke level US$ 37,54 per barel pada 17.27 WIB.

Analis crude oil commodity specialist dari ICDX Yoga Tirta mengatakan, seiring dengan penurunan harga minyak mentah, maka komoditas energi lainnya kemungkinan bakal mengikuti tren penurunan tersebut. Dia menjelaskan, untuk komoditas gas, biasanya memiliki korelasi yang positif dengan komoditi minyak mentah, sehingga tren pergerakan harga juga secara tidak langsung akan sejalan. 

Baca Juga: Penurunan harga minyak bisa menguntungkan sejumlah emiten ini, tapi...

"Melihat tren minyak mentah yang saat ini terus merosot, diperkirakan untuk komoditi gas juga akan mengalami tren yang sama," ungkap Yoga kepada Kontan, Rabu (9/9).

Sementara itu, untuk komoditas energi lainnya seperti batubara, pergerakannya sangat bergantung pada permintaan dari China. Ini karena, Negeri Tirai Bambu tersebut masih menjadi konsumen terbesar batubara di dunia. 

Ditambah lagi, kondisi perekonomian global saat ini danggap masih lesu. Kondisi tersebut diperparah dengan bertambahnya kasus Covid-19 di China, dan itu diyakini akan berdampak pada penurunan permintaan komoditas energi. "Sentimen ini yang secara tidak langsung juga akan memberikan sentimen negatif pada harga batubara," jelasnya.

Yoga juga mengingatkan, bahwa saat ini masyarakat dunia tengah gencar mengkampanyekan penggunaan energi bersih. Alhasil kondisi tersebut ikut mengancam permintaan batubara dan bakal mengancam harga ke depannya. 

Baca Juga: Kebijakan perluasan wilayah tambang di RPP Minerba, ini kata Arutmin Indonesia

Adapun sentimen yang perlu dicermati untuk komoditas energi ke depan, diantaranya perkembangan kondisi ekonomi global, kebijakan dari negara produsen energi seperti langkah-langkah yang bakal diambil Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC+). Selain itu, perkembangan kasus Covid-19 juga jadi perhatian, khususnya terkait temuan vaksinnya. 

"Kondisi geopolitik juga penting karena bisa menjadi katalis positif untuk harga komoditas energi. Untuk komoditas energi yang berpeluang rebound paling cepat, kemungkinan adalah minyak dan gas," ujarnya. 

Peluang rebound muncul saat ada potensi pemulihan permintaan bahan bakar, khususnya setelah vaksin Covid-19 yang dijanjikan WHO bisa diproduksi masal pada 2021. Selain itu, kondisi ekonomi mulai kembali stabil, maka proyek penggunaan energi bersih secara global akan mulai kembali berjalan, sehingga untuk komoditi batubara kemungkinan masih akan mendapat tekanan.

Yoga juga menyangsikan bahwa tren harga komoditas energi bisa rebound di tahun ini. Ini berkaca dari masih banyaknya sentimen yang bakal menekan pergerakan harga komoditas energi di sisa 2020. 

Beberapa sentimen tersebut seperti, kondisi ekonomi global saat ini yang masih lesu, ditambah kehadiran pemilu AS di November nanti. "Akan banyak ketidakpastian ekonomi yang memberikan sentimen negatif pada harga komoditas energi," tandasnya. 

Baca Juga: Harga minyak mentah lanjutkan pelemahan, Brent kembali ke bawah US$ 40 per barel

Hingga akhir tahun, Yoga memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran resistance US$ 47 per barel, hingga US$ 50 per barel. Sedangkan untuk level support berada di level US$ 30 per barel - US$ 27 per barel. 

Adapun untuk prospek harga gas, berpotensi bergerak di kisaran resistance US$ 2,8 per MMBtu - US$ 3 per MMBtu, sedangkan untuk kisaran support US$ 2 per MMBtu - US$ 1,8  per MMBtu. Sementara untuk batubara berada di resistance US$ 59 per ton - US$ 62 per ton, dan level support di US$ 48 - US$ 45 per ton.

Selanjutnya: Katalis positif untuk batubara dan nikel, simak saham-saham pilihan pekan ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×