Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, produksi jagung mulai berlimpah dan berpotensi mengerek prospek emiten peternakan (poultry). Sebab, emiten bisa mendapatkan jagung dengan harga yang lebih bersaing.
Kementerian Pertanian optimistis komoditas jagung memasuki masa swasembada. Sehingga komoditas ini bisa diekspor ke sejumlah negara. Berdasarkan catatan KONTAN, pemerintah menargetkan bisa mengekspor jagung sebanyak 300.000 ton.
Pemerintah memperkirakan pada bulan ini ada panen raya jagung di seluruh Indonesia. Volume produksinya diperkirakan mencapai 14 juta ton, setara separuh target produksi jagung sepanjang 2018 sebesar 24 juta ton.
Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), Japfa Comfeed Indonesia (JPFA), Malindo Feedmill (MAIN) dan Sierad Produce (SIPD) bisa mengail untung dari momentum penurunan harga ini. Harga jagung tahun ini diprediksi bisa lebih murah dibandingkan tahun lalu. "Secara internal, para emiten sudah menyiapkan infrastruktur yang lebih baik," kata analis Danareksa Sekuritas Adeline Solaiman kepada KONTAN, Senin (9/4).
Secara eksternal, pemerintah sudah menetapkan harga jagung yang lebih baik dari tahun lalu. Harga referensi dari pemerintah berkisar
Rp 4.000 per kg. Cuma, harga ini masih dinilai lebih tinggi dibandingkan harga jagung impor. "Kuartal I-2018 trennya masih stabil. Ini merupakan hal positif," tambah dia.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Marlene Tanumihardja melihat tren penurunan harga jagung terjadi mulai Januari hingga Februari 2018. Diperkirakan, luas panen jagung pada Januari 2018 bertambah 770.000 ha dan Februari naik 1 juta ha.
Selain jagung, sektor ini harus mempertimbangkan fluktuasi harga kedelai. Komoditas ini menjadi bahan campuran pakan ternak sebagai sumber protein. Sayangnya, bahan ini masih impor dan sangat tergantung terhadap nilai tukar. "Kedelai ini bisa menjadi risiko pada kuartal berikutnya," ujar Adeline.
Berita positif juga datang dari harga day old chicken (DOC) dan broiler. Berdasarkan survei harga di Jawa Barat, pada kuartal I-2018, harga lebih baik dari kuartal I-2017. Tahun lalu, konsumsi memang tertekan dan mempengaruhi penjualan produk peternakan. Volume penjualan masih menjadi penggerak kinerja emiten. "Secara keseluruhan tahun ini bisa lebih baik dari tahun lalu," imbuh Adeline.
Dia menuturkan, harga beberapa saham emiten peternakan sudah naik sejak awal tahun. Tapi, JPFA masih menarik dikoleksi. Adeline merekomendasikan buy JPFA dengan target harga Rp 1.800 per saham. "Potensi upside sudah agak kecil," kata dia.
Marlene menyatakan penurunan harga jagung berdampak positif bagi CPIN. Emiten ini memegang pangsa pasar terbesar dalam produksi pakan ternak di Indonesia, sekitar 31%. "Dengan demikian, beban pokok penjualan CPIN di kuartal I-2018 berpotensi turun, seiring turunnya harga jagung," kata Marlene, dalam riset 29 Maret 2018.
Dia merekomendasikan buy CPIN dengan target harga sebesar Rp 3.850 per saham. "Mengingat potensi upside masih tinggi," tutur Marlene.
Analis Royal Investium Sekuritas Wijen Ponthus menyatakan, saat ini CPIN sudah uptrend. Dia memprediksi, dalam 1-2 bulan mendatang, harga CPIN bisa naik ke menjadi Rp 4.000. "Akhir tahun diperkirakan bisa Rp 4.100-
Rp 4.200," terang Wijen.
Untuk JPFA, target harga terdekat di Rp 1.700-Rp 1.720. Setelah level ini, akan ada pullback ke level Rp 1.500, sebelum naik lagi ke rentang Rp 1.850-Rp 1.900. Hingga akhir tahun ini, harga JPFA bisa di atas Rp 1.850.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News