kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Harga gas mengerek bursa


Senin, 22 Agustus 2016 / 07:43 WIB
 Harga gas mengerek bursa


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

AKARTA. Pemerintah berniat menurunkan harga gas industri dari US$ 6 per mmbtu menjadi US$ 4 hingga US$ 5 per mmbtu. Jika rencana ini terwujud, prospek bisnis sejumlah emiten, seperti keramik dan semen, akan terkerek.

Kementerian Perindustrian mengusulkan, harga gas di rentang US$ 4-US$ 5 per mmbtu dan memperluas penurunan ke beberapa sektor industri, seperti tekstil, pulp dan kertas, makanan olahan, ban serta farmasi.

Semula, insentif ini hanya berlaku untuk industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.

Analis Minna Padi Investama Christian Saortua menilai, sektor industri yang paling terdampak kebijakan tersebut adalah industri keramik. “Penurunan harga gas berefek positif bagi industri keramik,” kata dia kepada KONTAN, Kamis (18/8) pekan lalu.

Christian melihat, PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) dan PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) memiliki prospek cukup bagus jika harga gas turun. Ini lantaran porsi gas dalam pos cost of goods sold (COGS) cukup signifikan di industri keramik.

Kinerja emiten keramik akan semakin menanjak, apabila bisnis properti bergerak di akhir tahun ini, sehingga mengerek penjualan keramik sampai akhir tahun nanti.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengemukakan, jika harga gas akhirnya menurun, maka akan berimbas pada industri di sektor terkait, khususnya industri yang paling banyak menggunakan gas sebagai sumber energi, seperti sektor baja, semen dan keramik.

Untuk semen, Hans memperkirakan, pertumbuhan industri bubuk abu-abu ini tidak akan terlalu signifikan, hanya berkisar 5%. Hal ini disebabkan masih akan terjadi kelebihan pasokan semen dan persaingan di industri semen.

“Sektor properti, yang bisa mendongkrak permintaan semen, juga masih melambat,” ujar dia.

Kementerian Perindustrian memperkirakan, total kapasitas industri semen nasional pada 2017 mencapai 102 juta ton. Sedangkan total kebutuhannya sebanyak 70 juta ton per tahun. Namun, emiten semen telah menempuh sejumlah siasat menghadapi prediksi oversupply tersebut.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), misalnya, memilih menghentikan operasi dua pabrik di Citeureup, yakni pabrik P1 dan P2. Sementara PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mengambil langkah tetap mempertahankan harga untuk mempersempit pengurangan harga jual rata-rata.

Jika kebijakan penurunan harga gas industri terwujud, Hans merekomendasikan sejumlah saham seperti SMGR, INTP dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).

Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menilai, secara umum rencana tersebut akan positif bagi sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia. “Akan memberikan nuansa yang lebih bagus,” kata dia.

Kebijakan penurunan harga gas industri, apabila terwujud, setidaknya dapat mendorong lebih cepat lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, kata William, seharusnya tidak ada sektor yang berpotensi merugi.

Sebab, rencana pemerintah ini memungkinkan keadaan yang saling menguntungkan. “Dampaknya memang ada yang langsung, yang memang terlihat, tetapi ada juga yang tak langsung. Saya melihat secara umum ke depan pasti akan jauh lebih bagus,” ujar William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×