Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Noverius Laoli
Lukman juga mencatat bahwa kenaikan harga batubara tidak terlalu signifikan, melainkan merupakan rebound teknis setelah fluktuasi dalam dua pekan terakhir, serta adanya gangguan produksi dan logistik di China.
Ia menilai bahwa pergerakan harga minyak ke depan akan sangat tergantung pada situasi di Timur Tengah. Jika terjadi eskalasi yang mengganggu pasokan minyak secara besar-besaran, harga WTI diperkirakan dapat kembali melampaui US$ 80 per barel.
Namun, Lukman memperkirakan bahwa OPEC+ akan memanfaatkan situasi tersebut dengan menaikkan produksi, mengingat saat ini terdapat kelebihan pasokan.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Ini Tebar Dividen di Bulan Oktober, Cek Rekomendasi Analis
Untuk batubara, ia memprediksi harga akan berkonsolidasi di kisaran US$ 130 hingga US$ 140 per ton pada akhir tahun, dengan kemungkinan kenaikan harga jika terjadi banjir besar atau fenomena La Nina yang mengganggu pasokan dari Australia dan China.
Wahyu menambahkan bahwa pergerakan harga batubara juga dipengaruhi oleh kebijakan National Development and Reform Commission (NDRC) di China, yang memiliki kewenangan untuk mengintervensi pasar batubara.
"Harga batubara harus dijaga agar tetap menguntungkan produsen dan sektor keuangan," jelas Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News