Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas menguat pada hari Jumat (12/1). Kekhawatiran akan meningkatnya konflik di Timur Tengah mengangkat daya tarik logam mulia ini.
Meskipun data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari perkiraan mendorong dolar dan imbal hasil US Treasury.
Melansir Reuters, harga emas spot naik 1,1% pada US$2.050,29 per ons troi, memperpanjang kenaikan di atas level US$2.000 menjadi hampir sebulan.
Sedangkan, harga emas berjangka AS naik 1,8% menjadi US$2.055,50.
Baca Juga: Hati-Hati! Jangan Terlena Kenaikan Drastis Harga Komoditas
"Emas naik karena konflik geopolitik yang sedang berlangsung di Timur Tengah... Terlepas dari rilis consumer price index (CPI) yang lebih kuat dari perkiraan, harga emas telah pulih hari ini dan telah bergerak naik dan kemungkinan akan terus naik," kata Kunal Shah, kepala penelitian di Nirmal Bang Commodities di Mumbai mengutip Reuters.
Meluasnya perang di Gaza secara tiba-tiba menimbulkan pertanyaan mengenai berapa lama pasar saham dapat menguat dan kapan bank-bank sentral akan memangkas suku bunga.
AS dan Inggris melancarkan serangan-serangan terhadap situs-situs yang terkait dengan gerakan Houthi di Yaman. Sementara Arab Saudi menyerukan untuk menahan diri sehubungan dengan serangan-serangan tersebut.
Pasar saat ini menunggu data harga produsen AS, setelah data pada hari Kamis menunjukkan harga konsumen AS naik lebih dari yang diperkirakan pada bulan Desember.
Baca Juga: Harga Emas Spot Bergerak Fluktuatif Setelah Data Inflasi AS Keluar
Tidak termasuk biaya makanan dan energi yang bergejolak, laju kenaikan harga turun menjadi 3,9% dari 4% secara tahunan.
Para pejabat The Fed mengisyaratkan kemajuan yang tidak memadai pada inflasi untuk mulai menurunkan suku bunga di bulan Maret.
Namun, para trader masih melihat kemungkinan 71,4% untuk pemotongan suku bunga di bulan Maret, menurut CME Fedwatch Tool.
Suku bunga yang lebih tinggi meredupkan daya tarik emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.
"Para pelaku pasar terus mengharapkan pendaratan lunak ekonomi AS, yang memungkinkan The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini akan mendukung harga logam mulia," kata analis UBS, Giovanni Staunovo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News