Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Adanya pelonggaran kebijakan moneter diharapkan mendorong kinerja emiten pertambangan logam mineral di tahun 2024. Di sisi lain, perang telah meningkatkan permintaan logam untuk aset aman.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta melihat, harga logam secara rata-rata bergerak positif dari awal tahun. Ini sehubungan dengan faktor memanasnya konflik geopolitik yang semakin intens terjadi di berbagai belahan dunia diantaranya Israel-Hamas ataupun Rusia-Ukraina.
Di samping itu, harga komoditas termasuk logam mineral terangkat di awal tahun ini berkaitan dengan potensi The Fed melonggarkan kebijakan moneter berdasarkan dot plot untuk tahun 2024. Sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) yang dipandang dovish itu menyebabkan kinerja dolar AS tertekan, sehingga menyebabkan harga komoditas yang menggunakan dolar AS menguat.
Nafan berujar, kinerja emiten logam mineral akan didukung fenomena windfall profit yakni keuntungan yang didapatkan dari lonjakan harga komoditas yang tidak terduga. Kekhawatiran memanasnya perang berpotensi mengerak harga-harga komoditas logam salah satunya dimanfaatkan sebagai aset safe haven seperti emas atau perak.
“Kalau tahun ini, kita melihat adanya kekhawatiran bisa meningkatkan kinerja fundamental emiten logam mineral,” kata Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/3).
Baca Juga: Harga Perak Terkatrol Harga Emas yang Tembus Rekor Tertinggi
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengamati, harga mineral di tahun ini relatif bervariasi. Misalnya harga emas yang mencapai level tertinggi sepanjang masa alias all time high (ATH) di kisaran US$2.200 per ons troi, sedangkan nikel terpantau harganya melandai dari posisi tahun lalu.
Felix menjelaskan, harga emas melonjak seiring adanya ekspektasi penurunan tingkat suku bunga Federal Reserve (The Fed) di tahun ini dengan target sebanyak 3 kali pemangkasan. Selain itu, masih tingginya tensi geopolitik di Timur Tengah juga menjadi katalis positif bagi emas karena sebagai aset lindung nilai (safe haven asset).
Sementara itu, komoditas nikel yang memang pusatnya dari Indonesia tengah mengalami kelebihan pasokan (oversupply). Hal itu karena peningkatan produksi nikel, ditambah lesunya permintaan nikel dari China diekspektasikan agak melandai seiring target pertumbuhan ekonomi hanya 5% saja.
Namun rilis data PMI Caixin mengalami peningkatan menjadi 50,9 di bulan Februari dibandingkan 50,8 di bulan Januari 2024. Felix bilang, data ini mencerminkan adanya peningkatan aktivitas industri di China yang menjadi tanda semakin masifnya kegiatan manufaktur dan bertranslasi positif pada permintaan tambang logam.
“Dengan asumsi harga nikel yang lebih rendah menjadikan performa keuangan perseroan mineral di tahun ini relatif melandai. Namun adanya harapan penurunan suku bunga dari The Fed dan beberapa Bank Sentral lainnya menjadi katalis positif bagi harga mineral tahun ini,” ucap Felix saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/3).
Analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan Tarigan melihat, harga nikel saat ini sebesar US$17.600, memberikan peluang menarik bagi investor karena harganya mencapai persentil ke-70 kurva biaya. Sehingga ini menjadi peluang imbal risiko (risk reward) yang menarik.
Meskipun nikel diperkirakan akan mengalami kelebihan pasokan pada tahun 2024-2025, Sucor Sekuritas meyakini bahwa pasar belum memperhitungkan adanya potensi hilangnya pasokan secara besar-besaran karena 30% pemasok mengalami kerugian. Penutupan paksa tambang oleh beberapa perusahaan logam raksasa menunjukkan bahwa harga nikel mungkin telah mencapai titik terendahnya.
Di sisi lain, Indonesia sebagai produsen berbiaya terendah sudah menghentikan insentif berupa pengurangan pajak atau tax holiday untuk pabrik peleburan Nickel Pig Iron (NPI) yang akan datang guna membatasi pasokan. Oleh karena itu, pasokan nikel dipandang akan semakin menurun.
Namun, Andreas menyebutkan biaya tunai produksi nikel tetap membebani seiring harga harga batubara tetap tinggi. Perlu diketahui bahwa biaya batubara menyumbang 40% terhadap biaya produksi. Harga batubara, seperti yang terlihat di Newcastle dan ICI 4, stabil di atas US$130 per ton dan US$58/ton.
Terlepas dari biaya batubara, bijih nikel memberikan kontribusi besar terhadap biaya NPI yakni sekitar 30% dari biaya tunai. Dengan demikian, margin tunai tetap positif bagi sebagian besar pemain nikel dalam negeri yang menggarap produk olahan nikel seperti NPI dan MHP.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Pekan Depan
Andreas menjelaskan, harga bijih nikel Indonesia hanya setengah dari harga bijih di Tiongkok karena sumber daya alam domestik yang sangat besar. Selain itu, jarak antara tambang dan pabrik peleburan relatif pendek, sehingga menghilangkan biaya pengangkutan.
Harga NPI saat ini sebesar US$11.800 per ton, dimana sebagian besar margin NPI domestik seharusnya tetap pada US$1.600 per ton. Di sisi lain, margin MHP harus tetap pada US$6.000 per ton pada harga LME Nickel saat ini.
“Kami tetap bersikap positif terhadap saham nikel mengingat imbalan risiko yang menarik,” ungkap Andreas dalam riset 21 Maret 2024.
Terkhusus di sektor nikel, Andreas menyukai saham Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) sebagai pilihan teratas. Saham NCKL direkomendasikan buy dengan target harga sebesar Rp 1.100 per saham, karena menghasilkan return on equity (ROE) tertinggi dan margin terkuat di sektor ini.
Sementara Felix merekomendasikan buy saham ANTM dengan target harga Rp 2.200 per saham. Lalu buy saham NCKL sebesar Rp 1.300 per saham, serta hold saham INCO dengan target harga Rp 4.300 per saham. Dia mengatakan, prospek dari emiten tersebut akan sangat berpengaruh pada pergerakan harga mineral terkait.
Sedangkan Nafan menyarankan add untuk saham AMMN, NCKL, INCO, ANTM dengan target harga masing-masing sebesar Rp 9.300 per saham, Rp 1.100 per saham, Rp 4.860 per saham, serta Rp 1.800 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News