Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penerapan cukai minuman manis terus mendapat sorotan. Sebab, cukai plastik dan minuman berpemanis dan dalam kemasan (MBDK) sudah masuk ke rancangan APBN 2024.
Asal tahu saja, target cukai plastik dan MBDK telah tertuang dalam APBN 2024 sebesar Rp 6,22 triliun. Namun, skema jelas terkait penerapan ini belum final.
Sejumlah emiten pun diperkirakan akan mendapat dampak langsung dari cukai minuman manis. Misalnya, PT Ultrajaya Milk Industries Tbk (ULTJ), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), dan PT Kino Indonesia Tbk (KINO).
CMRY mencatatkan kontribusi dari minuman sekitar 40%. Sepanjang tahun 2023, CMRY mencatat penjualan Rp 7,77 triliun, sementara produk olahan susu sebesar Rp 3,65 triliun.
ULTJ mencatatkan kontribusi dari penjualan minuman sekitar 90% ke pendapatannya. Per September 2023, ULTJ mencatatkan penjualan setelah pajak sebesar Rp 6,11 triliun. Sebelum pajak, penjualan minuman sebesar Rp 6,71 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani: Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Lebih Kompleks
Sementara, KINO mencatatkan kontribusi dari penjualan minuman sekitar 56% ke total pendapatan. Per September 2023, KINO mencatatkan penjualan minuman sebesar Rp 1,64 triliun.
Sekretaris Perusahaan Kino Indonesia Clara Alexandra Linanda mengatakan, pihaknya akan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Namun, saat ini kami masih memantau secara cermat terlebih dahulu terkait implementasi kebijakan ini sebelum melakukan penyesuaian terhadap produk-produk kami,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (24/3).
KINO pun memasang sejumlah strategi untuk tetap meningkatkan kinerja keuangan di tahun 2024 di tengah sejumlah sentimen ini.
“Kami akan melibatkan pengembangan pasar baru, memperluas jaringan distribusi, peningkatan efisiensi operasional, dan fokus pada inovasi produk,” tuturnya.
Research Analyst Phintraco Sekuritas Aditya Prayoga mengatakan, wacana penerapan pita cukai pada minuman manis sejak awal tahun 2024 belum terealisasi hingga saat ini.
Jika kebijakan cukai tersebut sudah diterapkan, diperkirakan akan memberikan beban tambahan bagi beberapa perusahaan dengan produk minuman berpemanis.
“Ketiga emiten itu sebagian besar pendapatannya berasal dari penjualan minuman, termasuk yang berpemanis,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (22/3).
Menurut Aditya, penerapan cukai minuman manis akan meningkatkan cost of product, yang berpotensi mengakibatkan peningkatan dari sisi average selling price (ASP). Untuk menjaga kinerja keuangan para emiten dari sisi top line dan bottom line, mereka akan terpaksa menaikkan harga jual produk.
“Namun, jika kenaikan harga tidak diimbangi dengan volume penjualan yang stabil, hal ini dapat menggerus pendapatan dari sisi top line hingga bottom line,” paparnya.
Sentimen positif penggerak kinerja para emiten di atas terkait dengan pertumbuhan gross domestic product (GDP) Indonesia yang terjaga stabil di level 5% dalam beberapa kuartal terakhir. Hal ini pun memberikan dorongan signifikan bagi sektor makanan dan minuman.
Kondisi tersebut didukung juga oleh fakta bahwa indeks keyakinan konsumen (IKK) berada dalam zona optimis selama satu tahun terakhir.
“Dampaknya terlihat dalam pertumbuhan penjualan ritel yang positif dalam tujuh bulan terakhir. Sektor makanan dan minuman ini merupakan satu kesatuan dengan sektor ritel,” ungkapnya.
Aditya mengatakan, rencana program pengadaan makan siang dan susu gratis masih ditunggu oleh seluruh pihak. Namun, program ini kemungkinan besar ikut memberikan sentimen positif ke kinerja para emiten minuman, terutama yang fokus pada penjualan susu.
Namun, harus diperhatikan bahwa kapasitas produksi susu di Indonesia masih bergantung pada impor, sehingga emiten susu wajib pasang strategi unutk memenuhi permintaan. Saat ini, produksi susu segar Indonesia hanya mampu memenuhi 19% kebutuhan susu nasional.
“Ditambah lagi ada pelemahan kurs rupiah. Diperkirakan biaya impor akan meningkat secara signifikan. Ini dapat memberikan beban tambahan bagi perusahaan,” ungkapnya.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham CMRY Usai Pendapatan dan Labanya Kompak Naik pada 2023
Aditya pun merekomendasikan hold saham CMRY dengan entry level Rp 4.580 – Rp 4.600 per saham dan target harga Rp 4.750 per saham, serta stop loss jika kurang dari Rp 4.430 per saham.
Sementara, saham ULTJ direkomendasikan speculative buy dengan entry level Rp 1.650 – Rp 1.670 per saham dan target harga Rp 1.760 per saham, serta stop loss jika kurang dari Rp 1.610 per saham.
Dengan sejumlah sentimen di atas, emiten minuman, khususnya susu, memang memiliki prospek kinerja yang masih fluktuatif. Salah satu cara untuk mengatasi risiko penurunan tingkat penjualan adalah diversifikasi produk.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Abyan Habib Yuntoharjo melihat, CMRY memiliki segmen bisnis lain yang ikut menopang kinerja selama tahun 2023.
CMRY tercatat memperluas portofolio bisnis dengan mencakup segmen produk makanan konsumsi. Sepanjang 2023, segmen makanan konsumsi menyumbang Rp 4,12 triliun ke total penjualan.
“Segmen ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan konsumen dengan menawarkan daging olahan RTC dan RTE yang nyaman,” ujarnya dalam riset tertanggal 19 Maret 2024.
Asal tahu saja, CMRY mengalami pertumbuhan pendapatan sebesar 21,9% secara tahunan ke Rp 7,77 triliun sepanjang tahun 2023. Laba bersih CMRY di tahun 2023 sebesar Rp 1,24 triliun, naik 17,1% secara tahunan.
Abyan merekomendasikan trading buy saham CMRY dengan target harga Rp 5.050 per saham.
“Rekomendasi ini berasal dari prediksi price to earning ratio (PER) CMRY sebesar 28,1 kali di tahun 2024,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News