Reporter: Widiyanto Purnomo | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) merosot. Harga CPO diprediksi masih sulit rebound karena stok masih menumpuk dari negara-negara produsen.
Mengutip Bloomberg (14/4) pukul 14.00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Juni 2015 di bursa Malaysia Derivative Exchange merosot 1,03% menjadi RM 2.109 per metrik ton. Dalam sepekan harga juga merosot 4,44%.
Analis PT Fortis Asia Futures, Deddy Yusuf Siregar menuturkan, turunnya harga CPO diakibatkan oleh perkiraan bahwa CPO yang diolah menjadi minyak goreng akan merosot ke level terendah dalam 6 tahun."Ini karena cadangan yang menumpuk di negara-negara produsen,” kata dia.
Harga minyak mentah yang sedang anjlok turut menyeret harga CPO. Pasalnya daya tarik dan permintaan akan CPO sebagai biofuel bisa terancam pudar.
Market share CPO pun turun akibat penurunan harga minyak kedelai. “Penurunan harga minyak kedelai juga mendorong pembeli dari India Tiongkok dan Iran yang mulai beralih dari minyak sawit,” kata Deddy.
Analis PT Central Capital Futures, Wahyu Tri Wibowo memaparkan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang makin mencuat pasca hasil notulensi rapat The Fed pada Kamis (9/4) ikut menekan harga CPO. Pasar menilai kenaikan suku bunga AS semakin mungkin terjadi dan bisa lebih cepat dari perkiraan.
“Terjadi antisipasi pasar terhadap kenaikan suku bunga Amerika, yang membuat orang lebih tertarik mengkoleksi dollar AS atau saham AS,” kata dia.
Deddy menduga harga CPO masih sulit bangkit. Meski produksi CPO Malaysia diperkirakan turun hingga bulan Juni, ini ternyata belum mampu mengangkat harga CPO. Diperkirakan tahun ini produksi CPO Malaysia mencapai 19,7 juta metrik ton.
Cadangan CPO dari negara-negara produsen CPO pun masih menumpuk. “Cadangan yang menumpuk di negara produsen lebih kuat menekan harga CPO,” kata Deddy
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menggunakan dana hasil pajak ekspor CPO untuk mendanai subsidi biodiesel serta pengembangan industri sawit belum mampu menjadi sentimen kuat bagi CPO. “ Pasar lebih merespons data-data terkini,” kata
Sedangkan menurut Wahyu harga CPO masih akan melemah dengan level konsolidatif sampai semester I tahun ini. Adapun untuk harga level dibawah RM 2.000 akan sulit ditembus
Dengan pergerakan yang konsolidatif, perubahan tren harga sulit dilakukan. “Adapun jika harga melemah, setiap pelemahan akan diikuti oleh spekulasi beli yang membuat harga naik, namun naiknya terbatas,” kata Wahyu
Namun perlu diingat secara jangka panjang harga CPO ada kemungkinan menguat. Rencana Eropa yang menerapkan kebijakan energi baru diprediksi mengerek akan permintaan CPO. “Eropa butuh 6 juta metrik ton dari Indonesia,” kata Deddy
Secara Teknikal, Deddy bilang harga CPO masih rawan tertekan. Harga jauh berada jauh di bawah moving average (MA) 50 , MA 100, dan MA 200, mengartikan harga berpeluang bearish. Relative strength index turun di area 40%, menandakan harga akan melemah.
Stochastic turun di area 22% mendukung penurunan harga. Sementara moving average convergence divergence (MACD) terperangkap di area negatif 26, atau bergerak menekan harga.
Deddy memprediksi Rabu (15/4) harga CPO akan bergerak di kisaran RM 2.100 – RM 2.175 per metrik ton. Sementara untuk sepekan harga bergerak dikisaran RM 2.220 – RM 2.100 per metrik ton.
Sementara Wahyu memprediksi Rabu (15/4) harga CPO akan bergerak di kisaran RM 2.050 – RM 2.130 per metrik ton. Selama sepekan harga bergerak dikisaran RM 2.000 – RM 2.200 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News