Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) mekar lagi. Pelemahan nilai tukar ringgit Malaysia dan rebound bursa saham China menyulut kenaikan harga minyak nabati ini. Namun, kenaikan harga ini disinyalir terbatas.
Mengutip Bloomberg, Jumat (28/8), CPO pengiriman November 2015 di Malaysia Derivative Exchange naik 3,4% ke level RM 1.991 per metrik ton. Harga minyak sawit berhasil rebound selama dua hari, pasca anjlok pada Rabu (26/8). Kala itu, harganya terpangkas menjadi RM 1.867 per metrik ton. Ini harga termurah sejak Januari 2013. Kemarin (31/8), bursa komoditas Malaysia libur untuk memperingati hari kemerdekaan negeri itu.
Pasar komoditas membaik setelah Tiongkok memangkas lagi suku bunga acuan. Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst Fortis Asia Futures bilang, jangka pendek, berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah China menimbulkan harapan perekonomian Negeri Panda membaik. "Sehingga terbuka harapan kenaikan permintaan komoditas, termasuk CPO," katanya.
Sayang, kenaikan harga minyak sawit tidak didukung fundamental pertumbuhan permintaan. Ini yang memicu stok di Malaysia melimpah. Kenanga Investment Bank mencatat, stok minyak sawit bulan Agustus 2015 bertambah sebanyak 2,49 juta ton.
Sementara, Malaysian Palm Oil Board mencatat, produksi bulan Juli mencapai 1,82 juta ton. Ini level tertinggi sejak Oktober tahun lalu. Senior Research and Analyst Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai, sentimen stimulus Tiongkok sulit bertahan lama. Sektor riil masih lesu.
Pergerakan harga CPO bakal disetir perkembangan sektor manufaktur di China bulan Agustus yang tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) manufacturing. Data ini bakal dirilis Selasa (1/9). Diperkirakan indeks manufaktur melambat dibandingkan bulan sebelumnya. "Jika sesuai perkiraan, harga minyak sawit bisa terkoreksi lagi," prediksi Ariston.
Permintaan masih loyo Dalam jangka panjang, pasar CPO juga masih kekurangan katalis penyokong. Rencana negara eksportir, yaitu Malaysia dan Indonesia mengembangkan kawasan industri hilirisasi kelapa sawit tidak serta merta ampuh mengerek harga minyak sawit.
Menurut Ariston, kerjasama tersebut baru akan dimulai tahun depan. "Masih lama dan berpotensi gagal karena detailnya belum ada," tukasnya.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo sependapat. Baginya, kerjasama tersebut baru wacana. Sekalipun terwujud, rencana kedua negara memproduksi CPO berstandar tinggi diragukan bisa menopang harga. "Sekarang dengan kualitas standar saja, permintaan masih lemah," ujarnya.
Hingga akhir pekan ini, kata Wahyu, pergerakan harga CPO akan dipengaruhi ekspektasi terhadap hasil pertemuan The Fed dan perkembangan ekonomi China. Spekulasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat bisa mengancam penurunan harga CPO. Tapi, secara teknikal ada potensi rebound.
Prediksi Aiston, CPO bergulir antara RM 1.860-RM 2.100. Sementara, Wahyu mennebak, harga bisa menuju support RM 1.800, dengan resistance di RM 2.150 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News