Reporter: Harris Hadinata, Maria Elga Ratri, Ruisa Khoiriyah | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Sudah selama dua bulan terakhir ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak banyak bergerak. Indeks saham cenderung bergerak di kisaran 4.900-5.100. Bahkan, pada perdagangan Kamis lalu (13/11), IHSG nyaris tidak bergerak. Pada penutupan perdagangan hari itu, indeks saham Indonesia ini ditutup di level 5.048,67. Posisi penutupan ini cuma turun sangat tipis ketimbang posisi sehari sebelumnya, yakni di level 5.048,84.
Padahal, investor asing masih terlihat positif dengan bursa saham Indonesia. Rabu lalu (12/11), investor asing sempat mencatatkan posisi beli bersih Rp 2,13 triliun. Dalam periode Senin (10/11) hingga Kamis (13/11), investor asing membukukan beli bersih Rp 3,39 triliun. Bila dihitung sejak awal November, posisi beli bersih asing sebesar Rp 3,21 triliun.
Meski begitu, IHSG tetap cenderung bergerak dalam fase konsolidasi. Para analis yang dihubungi KONTAN sepakat hal ini terjadi lantaran bahan bakar minyak (BBM). Situasi pasar saat ini kurang begitu bagus karena harga BBM belum dinaikkan, kata Purwoko Sartono, analis Panin Sekuritas. Investor pun memilih mengambil posisi wait and see. Alhasil, transaksi di pasar saham pun menipis.
Lantas, faktor apa yang bisa menjadi sentimen penggerak IHSG? Yang pasti, harga BBM harus dinaikkan segera, sebut Norico Gaman, Kepala Riset BNI Securities Tbk. Para analis menuturkan, faktor BBM ini menjadi penting lantaran struktur ekonomi Indonesia terbilang sensitif. Seperti sudah diketahui, banyak pengamat ekonomi dan analis menyebut, subsidi BBM sebagai salah satu faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terganggu.
Selain itu, subsidi BBM juga menjadi salah satu biang neraca perdagangan Indonesia defisit. Kepala Riset Mandiri Sekuritas John Daniel Rachmat menuding, subsidi BBM sebagai perusak ekonomi Indonesia. Sektor non migas, kan, sudah surplus besar, tapi gara-gara sektor migas defisit besar, total neraca perdagangan kita jadi defisit, cetus dia.
Karena itu, para pelaku pasar benar-benar menantikan janji pemerintah Joko Widodo menaikkan harga BBM sebelum tahun 2014 berakhir. Apalagi, ekonomi Indonesia cenderung melemah di akhir tahun ini. Sebagaimana diketahui, di kuartal tiga lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat. Di kuartal ketiga tersebut, ekonomi Indonesia cuma tumbuh sebesar 5.01%.
Dengan perlambatan ekonomi tersebut, Bank Indonesia (BI) memilih tetap mempertahankan BI rate di level 7,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis lalu. Gubernur BI Agus Martowardojo menyebut, kebijakan ini konsisten dengan upaya BI menjaga inflasi di level 3,5%-5,5%.
Biaya kenaikan harga BBM
Pemerintah Joko Widodo sendiri awalnya menyatakan akan menaikkan harga BBM di awal November. Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda pemerintah bakal segera menaikkan harga bahan bakar. Padahal, menurut para analis, kenaikan harga BBM perlu dilakukan sesegera mungkin. Lebih cepat lebih baik, tegas Norico. Sebab, semakin lama ditunda, efeknya akan semakin buruk bagi pertumbuhan ekonomi.
Maklum saja, meski jangka panjang positif, kenaikan harga BBM memiliki dampak negatif untuk jangka pendek. Di jangka pendek, dia akan memukul dari sisi biaya dan daya beli masyarakat akan turun, jelas Betrand Raynaldi, analis KDB Daewoo Securities Indonesia. Dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM bakal membuat inflasi melesat. Bila inflasi naik terlalu tinggi, hal ini bisa membuat BI terpaksa kembali menaikkan suku bunga. Padahal, kenaikan suku bunga bisa berpengaruh negatif bagi ekonomi.
Nah, bila rencana kenaikan harga BBM dibiarkan menggantung tanpa ada kepastian dalam waktu lama, hal ini bakal berpengaruh negatif bagi ekonomi jangka pendek. Sebab, biasanya ekspektasi kenaikan harga BBM sudah mengerek harga-harga barang yang beredar di masyarakat.
Semakin lama rencana kenaikan harga BBM dibiarkan menggantung, maka harga barang di masyarakat bakal terus naik sebagai antisipasi kenaikan harga BBM tersebut. Akhirnya saat harga BBM benar-benar naik, biaya kenaikan harga BBM ini menjadi sangat mahal, karena harga akan naik semakin tinggi, kata Norico.
Ujung-ujungnya, inflasi juga makin tinggi, sementara daya beli masyarakat turun. Penurunan daya beli masyarakat ini bisa mempengaruhi kinerja perusahaan. Perusahaan-perusahaan akan turun laba bersihnya, kata Betrand. Hal ini sempat terjadi di 2013 lalu.
Lantas, bagaimana pergerakan IHSG ke depan? Betrand menganalisis, IHSG bisa mencapai 5.100, bulan ini. Bila BBM naik, IHSG berpotensi menembus 5.100. Sepekan ke depan, Purwoko menghitung IHSG akan bergerak di kisaran 4.900-5.120.
Mari tunggu harga BBM naik!
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 8 - XIX, 2014 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News