Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Batubara menjadi salah satu komoditas energi yang harganya meroket sepanjang tahun ini. Harga batubara kini masih bertahan di atas level US$ 300 per ton.
Alhasil, kenaikan harga batubara turut menambah beban emiten semen.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Antonius Marcos menyebut, kenaikan harga batubara akhir-akhir ini memang cukup memberatkan. Sebab, komponen energi merupakan salah satu komponen utama biaya produksi semen.
Dalam menghadapi kenaikan harga batubara, INTP melakukan antisipasi dengan melakukan bauran atau mixing batubara untuk mendapatkan campuran batubara dengan biaya yang paling efisien. Di samping itu, INTP juga terus melakukan upaya peningkatan konsumsi energi alternatif.
Baca Juga: Konflik Rusia-Ukraina, Neraca Perdagangan Indonesia Diproyeksi Tetap Surplus
Marcos mengatakan, untuk mempertahankan margin keuntungan, tentunya menaikkan harga jual adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari dan harus dilakukan.
“Dan kami akan melakukannya secara bertahap dan berhati hati,” terang Marcos kepada Kontan.co.id, Sabtu (5/3).
Di sisi lain, Marcos mengatakan, sejauh ini INTP belum menikmati harga batubara dengan skema domestic market obligation (DMO).
Secara hitam di atas putih, pemerintah memang menerapkan harga batubara untuk industri semen maksimal US$ 90 per ton. Namun kenyataannya, para pemain batubara tidak serta langsung mengikuti arahan dari Pemerintah tersebut.
“Oleh karena itu kami sangat berharap, Pemerintah benar-benar melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan DMO ini, sehingga semua pabrikan semen dapat mendapatkan manfaat yang sama,” pungkas dia.
Baca Juga: Yuk Intip Rekomendasi Saham Adaro Energy (ADRO) Usai Cetak Kinerja Ciamik
Dalam keterangannya, Direktur Utama PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) Lilik Unggul Raharjo mengatakan, selain kondisi kelebihan pasokan atau overcapasity dan pandemi yang masih berlanjut, industri semen juga mengalami tantangan kenaikan harga batubara di 2021 akibat krisis energi global.
Kenaikan harga ini berdampak pada biaya energi yang berkontribusi sekitar 30% pada biaya produksi.
Untuk itu, anak usaha PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) ini akan berfokus pada inisiatif-inisiatif berorientasi pembangunan berkelanjutan, mulai dari aplikasi digitalisasi untuk operasional yang efisien, pemanfaatan bahan baku dan bahan bakar alternatif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan batubara, dan menurunkan emisi karbon.
Baca Juga: Harga Batubara Naik, Laba Bersih Bukit Asam (PTBA) Melonjak 231% Sepanjang 2021
Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu menilai, dampak kenaikan harga batubara terhadap emiten semen memang cukup besar. Sebab, biaya batubara bisa menyumbang sekitar 15% sampai 20% dari total biaya.
“Jadi semisal harga batubara naik 100%, harus ada kenaikan harga jual 10% sampai 16%, untuk menjaga margin,” terang Chandra, Sabtu (5/3). Jika emiten semen menaikkan harga di bawah rentang tersebut, Chandra menilai margin EBITDA-nya akan menurun.
Chandra menilai, selama krisis Rusia dan Ukraina masih berlangsung, harga batubara diperkirakan masih tetap tinggi. Chandra memasang sikap netral terhadap sektor semen. Untuk saat ini, dia belum merekomendasikan saham sektor semen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News