Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. The Fed akhirnya resmi mengumumkan bahwa rencana pengurangan pembelian obligasi paling cepat bisa mulai dilakukan pada November.
Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan diproyeksikan akan terjadi pada 2022, lebih cepat dari rencana semula yang pada 2023.
Kedua sentimen tersebut diperkirakan akan memberikan dampak terhadap kondisi pasar.
Head of Business Development Division Henan Asset Putihrai Asset Management Reza Fahmi mengutarakan, efek kedua hal tersebut akan sangat menantang, khususnya untuk emerging market.
Baca Juga: Hadapi efek tapering, Schroders kurangi porsi saham teknologi di reksadana offshore
“Namun, kami yakin bahwa pasar sudah price in dengan kebijakan The Fed tersebut. Sehingga dampaknya tidak akan terlalu signifikan,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Jumat (24/9).
Lebih lanjut, dengan pasar yang sudah price in, Reza meyakini ketika kebijakan tersebut diimplementasikan, pelaku pasar hanya perlu untuk melakukan pengaturan kembali terhadap konstruksi portofolionya dengan memasukkan saham-saham yang berkarakteristik siklikal dan defensive.
Ia mengungkapkan, HPAM akan menghadapi sentimen tersebut dengan mengganti portofolio sahamnya. Saham-saham pilihannya adalah mid to big cap emiten yang punya pertumbuhan siklikal, punya eksposure free float yang besar, serta yang berpotensi memiliki potensi pertumbuhan kinerja yang besar.
Baca Juga: Reksadana pendapatan tetap masih menarik di tengah rencana tapering