kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.265   -85,00   -0,53%
  • IDX 7.073   -92,58   -1,29%
  • KOMPAS100 1.039   -16,65   -1,58%
  • LQ45 818   -13,93   -1,67%
  • ISSI 212   -2,57   -1,20%
  • IDX30 421   -5,97   -1,40%
  • IDXHIDIV20 506   -5,92   -1,16%
  • IDX80 118   -2,08   -1,73%
  • IDXV30 121   -1,72   -1,40%
  • IDXQ30 139   -1,80   -1,29%

Hadapi Banyak Tantangan, Intip Proyeksi INCO di 2025


Kamis, 30 Januari 2025 / 21:07 WIB
Hadapi Banyak Tantangan, Intip Proyeksi INCO di 2025
ILUSTRASI. Karyawan mengenakan pakaian khusus saat melakukan pengecekan proses peleburan nikel di smelter milik PT VALE Indonesia di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pendapatan INCO diproyeksikan sedikit menurun atau 2,2% YoY menjadi US$ 985 juta dan laba bersih tumbuh 23,3% YoY menjadi US$ 90 juta. ANTARA FOTO/Jojon/Spt.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) diperkirakan masih akan turun di 2025. Namun, diperkirakan kinerjanya akan pulih bertahap didukung penurunan biaya input.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menilai prospek INCO di 2025 didukung oleh proyek hilirisasi nikel. Menurutnya, meski tantangan harga nikel masih ada, inisiatif hilirisasi dan adopsi teknologi HPAL juga berpotensi memperbaiki kinerja keuangan dengan diversifikasi produk.  

"Kami memproyeksikan harga nikel akan berada dikisaran US$ 15.000 - US$ 16.000 per ton yang diperkirakan bisa berdampak pada rata-rata harga jual (average selling price/ASP) INCO," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (30/1).

Analis Maybank Sekuritas, Hasan Barakwan menurunkan perkiraan ASP 2025 INCO sebesar 9,8% menjadi US$ 12.937 per ton. Sebab, ia memperkirakan pasar nikel global akan tetap surplus pada 2025-2026.

Dijelaskan, surplus yang persisten didorong oleh dominasi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia, yang secara agresif meningkatkan produksi produk antara seperti NPI, endapan hidroksida campuran (MHP), dan matte.

"Produk-produk ini masuk ke dalam rantai pasokan global, terutama di China, memastikan pertumbuhan pasokan yang kuat meskipun ada gangguan lokal di wilayah lain," sambungnya.

Baca Juga: Emiten Prajogo Pangestu (PTRO) Bakal Garap Tambang Vale (INCO) Senilai Rp 16 Triliun

Karenanya, Maybank Sekuritas menurunkan perkiraan pendapatan di 2025 sebesar 33% menjadi US$ 73 juta, didorong oleh ekspektasi ASP nikel yang lebih rendah. Namun, Hasan telah memperhitungkan penjualan bijih nikel sekitar 1 juta ton pada 2025 karena hal ini akan menjadi penopang yang kuat untuk pendapatan INCO.

Lanjutnya, diversifikasi ke bijih nikel akan membantu mengurangi dampak dari melemahnya harga nikel. Selain itu akan mendukung kinerja keuangan INCO di masa mendatang, serta meningkatkan ketahanannya di tengah kondisi pasar yang lemah.

Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan juga melihat tantangan terhadap kinerja INCO seiring harga nikel yang lesu akibat lemahnya permintaan dari China. Namun demikian, peluang pertumbuhan jangka menengah muncul melalui inisiatif hilirisasi di Indonesia, khususnya adopsi teknologi HPAL untuk produksi endapan hidroksida campuran (mixed hydroxide precipitate/MHP).

Proyek-proyek utama di Morowali dan Pomalaa diharapkan dapat meningkatkan permintaan terhadap produk-produk INCO seiring dengan meningkatnya skala sektor hilir. Fokus INCO pada efisiensi biaya, ditambah dengan ketergantungan pada energi bersih dari pembangkit listrik tenaga air, mendukung posisi INCO yang kompetitif dari segi biaya sekaligus memperkuat komitmen keberlanjutannya.

"Hal ini memberikan keuntungan strategis, bahkan selama periode volatilitas harga nikel," terangnya.

Karenanya, Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengantisipasi pemulihan secara bertahap di 2025, didukung oleh penurunan biaya input dan perbaikan operasional. Pendapatan INCO diproyeksikan sedikit menurun atau 2,2% YoY menjadi US$ 985 juta, sementara EBITDA diperkirakan akan meningkat 12,1% YoY menjadi US$ 333 juta, dan laba bersih tumbuh 23,3% YoY menjadi US$ 90 juta.

Margin diperkirakan akan membaik seiring dengan meredanya tekanan biaya, dengan marjin laba kotor meningkat 3,3ppt YoY menjadi 17%, marjin EBITDA naik 4,3ppt menjadi 33,8%, dan marjin bersih tumbuh 1,9ppt menjadi 9,2%. Peningkatan ini, kata Rizkia, didorong oleh penurunan biaya energi dan efisiensi operasional yang berkelanjutan," terangnya.

"Proyeksi kami belum memasukkan dampak potensial dari proyek-proyek HPAL INCO di Morowali dan Pomalaa, yang merupakan katalisator pertumbuhan jangka panjang. Seiring dengan kemajuan proyek-proyek tersebut, proyek-proyek tersebut dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi proposisi nilai jangka menengah INCO," sambungnya.

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Gelar RUPSLB, Angkat Retno Marsudi Jadi Komisaris Independen

Adapun risiko utama proyeksi itu meliputi pelemahan harga nikel yang berkepanjangan dan penundaan eksekusi proyek. Namun demikian, penurunan biaya input dan manajemen biaya yang disiplin memberikan jalan yang jelas bagi INCO untuk meningkatkan kinerja keuangannya.

Dus, Rizkia telah memajukan basis valuasi menjadi 2025, dengan memasukkan perkiraan yang telah direvisi. Sebagai hasilnya, Mirae Asset Sekuritas Indonesia telah meningkatkan target harga untuk INCO menjadi Rp 4.290 per saham, yang mengimplikasikan EV/EBITDA sebesar 6,5 kali, atau -0,5 SD di bawah rata-rata historisnya selama 5 tahun.

Dari sana, Rizkia mempertahankan rekomendasi trading buy untuk INCO. Adapun Hasan mempertahankan rating buy INCO dengan target harga Rp 4.600 per saham.

 

Berikut jadwal proyek-proyek utama INCO meliputi:

- Proyek HPAL Morowali: Diharapkan selesai pada Q3 2026, dengan kapasitas tahunan sebesar 60 ktpa dari PLTMH.

- Proyek HPAL Pomalaa: Ditargetkan selesai pada Q4 2026, dengan kapasitas tahunan sebesar 120 ktpa.

- Tambang Nikel Bahodopi: Progres konstruksi mencapai 22%, dengan perkiraan penyelesaian proyek pada K2 2026.

- Proyek Limonit Sorowako: Saat ini dalam tahap studi kelayakan, dengan penyelesaian diharapkan pada Q4 2025. 

Selanjutnya: IHSG Ambruk 1,29% pada Kamis (30/1), BBCA, GOTO, TOWR Paling Banyak Net Sell Asing

Menarik Dibaca: Serial Korea When Life Gives You Tangerines Bakal Tayang di Netflix

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×