Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) John Riady secara gamblang mengatakan perusahaannya terbuka pada peluang menjual bisnis non intinya seperti di sektor retail. Hal ini disampaikan dalam acara non-deal roadshow di Hong Kong.
Dari dokumen yang diterima Kontan.co.id, dalam acara tersebut dia juga mengatakan Grup Lippo akan fokus menggarap bisnis inti di bidang properti dan kesehatan.
Belakangan ini memang santer terdengar Grup Lippo akan menjual anak usahanya PT Matahari Putra Prima (MPPA) dan PT Link Net Tbk (LINK). Bahkan, LINK kabarnya akan dibeli oleh PT MNC Vision Netowrks Tbk (IPTV). Sayangnya, John belum memberikan komentar apapun saat dimintai keterangan oleh Kontan.co.id.
Namun, dokumen yang diterima Kontan.co.id pada Selasa (12/11) tersebut cukup menjelaskan strategi Grup Lippo ke depan. LPKR berencana untuk memonetisasi tanah alias landbank non-inti milik mereka dengan target sekitar Rp 300 miliar-Rp 500 miliar per tahunnya.
Baca Juga: Analis Binaartha Sekuritas: Stabilisasi usaha, Lippo Group harus jual aset
“Dan tidak ada rencana untuk menambah landbank,” tulis dokumen tersebut.
Sementara itu, untuk bisnis pengembangan propertinya, Grup Lippo fokus menggarap proyek dengan segmen kelas menengah ke bawah. Untuk apartemen mereka akan menjual dengan harga sekitar Rp 500 juta per unitnya dan untuk rumah tinggal mereka akan menjual dengan harga sekitar Rp 700 juta-Rp 900 juta. Perusahaan ini menargetkan 70% properti terjual di harga kurang dari Rp 1 miliar per unit.
Sedangkan untuk apartemen di luar Meikarta, Lippo akan membangun hanya sekitar 14 lantai untuk memaksimalkan efisiensi biaya. Lippo juga berencana untuk mempercepat pengerjaan konstruksi dari jadwal semula dan menggunakan biaya yang lebih kecil dari yang dianggarkan. Sisa dana akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan kualitas bangunan.
Sementara itu, Lippo akan menggarap proyek Waterfront di Lippo Cikarang, sebuah proyek rumah tinggal dengan nilai pembangunan sebesar Rp 4,5 triliun.
“Sedangkan pendapatan berulang akan digerakkan oleh bisnis kesehatan dengan target CAGR EBITDA untuk lima tahun tumbuh lebih dari 20%,” tulis dokumen tersebut.
Sedangkan bisnisnya di Bowsprit Asset Management, saat ini perusahaan sedang dalam tahap final menghimpun dana US$ 100 juta. Dalam jangka panjang, perusahaan menargetkan sebagian bisnis mereka berada dalam bisnis pengelolaan dana.
Baca Juga: Gawat, anak usaha Lippo Group ini merugi hingga Rp 2,3 triliun
Lebih lanjut, Grup Lippo menargetkan perusahaan akan banyak melakukan monetisasi aset non intinya untuk memperoleh dana segar dan menggunakannya untuk mendorong bisnis lain dengan hasil yang lebih tinggi. Perusahaan juga berencana untuk memperpanjang utang obligasi yang jatuh tempo pada 2022 menjadi tahun 2024.
Berdasarkan laporan keuangan semester I-2019, LPKR memiliki utang obligasi yang jatuh tempo pada 2022 sebesar US$ 484,3 juta.
Untuk keseluruhan tahun 2021, perusahaan menargetkan bisa memiliki arus kas positif untuk pengembangan bisnis properti dan memiliki pendapatan berulang yang terkonsolidasi. Adapun pada semester I-2019, LPKR tercatat memiliki arus kas operasional negatif Rp 2,53 triliun dan arus kas investasi positif Rp 231,25 miliar.
Dengan kondisi tersebut posisi kas akhir periode LPKR tercatat sebesar Rp 4,63 triliun atau naik 118,39% yoy dari Rp 2,12 triliun. Hingga semester I-2019, LPKR juga membukukan rugi bersih Rp 1,46 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News