Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Greenwoods Group akan melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) tahun ini. Perusahaan properti ini akan melepas saham sekitar 30% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan target perolehan dan sekitar Rp 200 miliar-Rp 300 miliar.
Greenwoods Group menggandeng Vier Corporation Limited sebagai konsultan untuk mengawal rencana IPO tersebut. Dana IPO tersebut digunakan perusahaan untuk menjalankan ekspansi bisnis propertinya.
Vier Abdul Jamal, CEO Vier Corporation Limited mengatakan, saat ini Greenwoods Group sudah memiliki aset lebih dari Rp 2 triliun. Namun, aset yang akan digunakan untuk rencana IPO tersebut hanya sekitar Rp 300 miliar.
"Greenwoods ini asetnya cukup besar, ini anak usahanya Nojorono, punyanya Ahmad Jinggo. Tetapi tidak semua aset dimasukkan ke IPO ini. Kita masih memproses IPO ini dan ditargetkan akan dilaksanakan tahun ini." kata Vier pada Kontan.co.id, Kamis (30/8).
Sebelumnya, CEO Greenwoods Group Okie Imanto mengatakan, Greenwood Group akan mengirimkan anak usahanya PT Baruna Realty sebagai perusahaan pertama yang melantai bursa saham. Selain menggandeng konsultan, perusahaan bekerjasama dengan Mirae Sekuritas sebagai underwriter.
Saat ini, sudah ada 13 perusahaan yang bernaung dibawah Greenwoods Group. Okie bilang, Baruna Realty dipilih listing di pasar saham lebih dulu karena sudah lebih matang dan berdiri sejak tahun 2006. Dana dari IPO itu akn digunakan untuk ekpansi di sektor hunian vertikal.
Hingga kini, Greenwoods memiliki 43 proyek dengan total 7 proyek yang masih berjalan. Ketujuh proyek yang sedang berjalan, yaitu Apartemen Puri 8 Residence di Kosambi, JP Apartment dan Damara Village di Bogor, Sawangan Hills di Depok, Belle Legoso di CIputat, Citavil di Cikarang, dan Sagan Pura di Jogja. Dari ketujuh proyek tersebut, Greenwoods menargetkan marketing sales atau penjualan pemasaran Rp 1,8 triliun tahun ini.
Sementara menurut Vier, aksi IPO merupakan langkah yang tepat yang harus dilakukan perusahaan properti terutama jika ingin melakukan ekpansi di sektor proyek vertikal atau higrise building. Jika tidak maka pengembang bisa bermasalah karena biaya bunga kredit konstruksi saat ini sangat mahal.
"Kalau sudah bangun vertikal tetapi tidak IPO, bisa mati karena bunga tinggi untuk kredit konstruksi, NPL di bank naik. Dulu developer sudah bisa jual gambar, bisa langsung akad kredit dengan bank. Sekarang kan tidak, harus 60 kali instalment dan tiap bulan mereka harus bayar biaya konstruksi caash ke konstraktor," jelas Vier.
Menurut Vier, perusahaan yang punya kemampuan kas yang bagus yang bisa berkembang di bisnis properti. Sementara langkah yang paling murah untuk mendapatkan tambahan kas hanya lewat IPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News