Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) bersiap memecah nilai saham atau stock split. Operator bioskop CGV ini akan meminta persetujuan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa (RUPST dan RUPSLB) tanggal 16 Mei mendatang.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (18/4), BLTZ mengungkapkan stock split dilakukan untuk memenuhi ketentuan free float atau jumlah saham publik yang beredar di pasar. Meski demikian, BLTZ belum mengungkapkan rasio stock split. Alasannya, semua materi mengenai aksi korporasi akan diumumkan menjelang RUPST dan RUPSLB
Corporate Secretary BLTZ, Mutia Resty mengungkapkan, terkait stock split akan seluruhnya dibahas saat RUPST. Saat ini, perusahaan masih mengkaji detailnya dan melakukan diskusi dengan regulator terkait.
“Materi rapat untuk RUPST dan RUPS-LB akan tersedia pada hari Pemanggilan RUPS, termasuk di dalamnya materi rapat dan penjelasan perseroan mengenai rencana stock split,” kata Mutia.
Sebelumnya, susunan pemegang saham BLTZ telah terjadi perubahan, di mana salah satu pemegang saham operator CGV ini, yakni PT Layar Persada menjual sebagian sahamnya kepada perusahaan asal British Virgin Island, Coree Capital Limited. Layar Persada tadinya merupakan pemegang saham mayoritas BLTZ dengan total porsi kepemilikan mencapai 48,26%.
Transaksi penjualan saham tersebut berlangsung tanggal 22 Maret. Dalam transaksi tersebut, Layar Persada menjual 162.886.600 saham kelas B dan 11.900.828 saham kelas C kepada Coree Capital dengan harga Rp 5.542 per saham. Sebelum dilakukannya transaksi, Layar Persada memiliki 162.886.600 saham kelas B dan 47.981.287 saham kelas C.
Kini, Layar Persada hanya memiliki 36.080.459 saham kelas C. Porsi kepemilikannya atas BLTZ pun menyusut menjadi 8,25%. Sementara, Coree Capital menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi kepemilikan sebesar 20%.
Coree Capital masih merupakan misteri. Belum ada informasi mengenai perusahaan yang dikatakan berlokasi di British Virgin Island ini. Situs British Virgin Islands Financial Services Commission bahkan tidak mencatatn informasi mengenai perusahaan ini.
Analis Semesta Indovest Sekuritas Aditya Perdana Putra menjelaskan, stock split memiliki sisi positif bagi investor. Sebab, jika harga saham terlalu mahal, tentu akan sulit bagi investor yang memiliki keterbatasan dana untuk mengkoleksi suatu saham yang bisa jadi menguntungkan.
Dengan tidak mampunya sejumlah investor ritel untuk masuk, maka saham perusahaan tentu menjadi tidak likuid di pasar. Saham yang kurang likuid ini menambah risiko terhadap investor. Risiko yang tinggi akan diimbangi investor dengan tuntutan imbal hasil yang tinggi pula.
Dus, dengan dilakukannya stock split, harganya akan turun dan akan mendorong transaksi harian serta menaikkan likuiditas. “Ini memberikan peluang bahwa harga sahamnya menarik, apalagi jika didukung dengan fundamental yang bagus,” kata Aditya, Rabu.
Adapun, sisi negatif bagi investor dengan adanya stock split ini tergantung dari fundamental perusahaan. "Jika jelek, maka investor tetap saja tidak mau beli, sehingga harga sahamnya tidak akan naik," imbuh Aditya.
Untuk BLTZ, Aditya mengatakan secara fundamental perusahaan operator bioskop ini cukup menjanjikan, karena pertumbuhan minat masyarakat Indonesia untuk sektor entertainment cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya daya beli. “Tayangan bioskop juga semakin terjangkau dan banyak pula yang berekspansi ke kota-kota kecil, sehingga peluang untuk meraup pendapatan di sektor ini tentu besar,” paparnya.
Dari sisi kinerja, BLTZ membukukan kinerja penjualan yang moncer tahun lalu, yakni mencapai Rp 849,24 miliar, naik 47,29% dibanding pencapaian tahun 2016. Perusahaan juga berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp 11,27 miliar, setelah tahun 2016 mencetak rugi bersih Rp 15,68 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News