Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
Hal ini disebabkan oleh lonjakan harga sejumlah saham tertentu milik konglomerat, yang meskipun tidak likuid, mengalami kenaikan harga luar biasa hingga kapitalisasi pasarnya melejit signifikan.
Teguh mengungkapkan fenomena seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Dulu kalau BBCA, BBRI dan lainnya turun maka IHSG turun. Sekarang enggak. IHSG tetap naik karena terdorong oleh saham-saham yang harganya melonjak sangat tinggi, padahal tidak ada aksi korporasi atau kabar fundamental yang mendasari kenaikannya," jelas Teguh.
Baca Juga: Boy Thohir dan Pandu Sjahrir Yakin IHSG Sentuh Level 8.000
Teguh menegaskan jika lonjakan harga saham-saham tersebut memang dipicu oleh sentimen buyback yang terjadi pada awal tahun, seharusnya dampaknya terasa merata ke seluruh saham di bursa, bukan hanya terbatas pada saham-saham tertentu seperti DCII.
"Ada market maker-nya semua begitu," tegas Teguh.
Teguh juga mencermati kondisi ini justru membuat banyak investor termasuk institusi seperti dana pensiun dan aset management enggan masuk ke pasar saham.
"Mereka tunggu IHSG koreksi supaya bisa beli saham-saham di harga murah. Sekarang benar sahamnya sudah murah, tapi kok IHSG naik terus. Jadi tambah sepi, dana pensiun dan segala macem jadi engga berani lagi," tutur Teguh.
Selanjutnya: Angkutan Pupuk KAI Tumbuh 21% pada Semester I-2025, Capai 13.230 Ton
Menarik Dibaca: Begini Peran Orangtua Untuk Mencegah Anak Terkena Demam Berdarah Dengue
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News