kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.480   -25,75   -0,34%
  • KOMPAS100 1.154   -2,95   -0,26%
  • LQ45 913   0,81   0,09%
  • ISSI 227   -1,59   -0,70%
  • IDX30 471   1,26   0,27%
  • IDXHIDIV20 567   3,73   0,66%
  • IDX80 132   -0,15   -0,11%
  • IDXV30 139   -0,18   -0,13%
  • IDXQ30 157   0,79   0,50%

Gejolak pasar keuangan Indonesia mempengaruhi kinerja ETF


Selasa, 11 September 2018 / 20:08 WIB
Gejolak pasar keuangan Indonesia mempengaruhi kinerja ETF
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volatilitas pasar keuangan Indonesia beberapa waktu terakhir dinilai cukup mempengaruhi kinerja exchange traded fund (ETF). Manajer investasi pun berupaya mengantisipasi risiko penurunan pasar agar kinerja produknya tetap sesuai ekspektasi.

Senin (10/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah terkoreksi 8,25% secara year to date (ytd). Bersamaan dengan itu, beberapa indeks konstituen juga mengalami penyusutan kinerja dari awal tahun seperti LQ45 -14,60%, IDX30 -15%, SRI-KEHATI -12,63%, dan Jakarta Islamic Index -15,97%.

Sejumlah ETF juga mengalami penurunan performa. Contohnya, Premier ETF LQ-45 yang terkoreksi 13,40% (ytd) dan Pinnacle Enhanced Sharia ETF yang melemah 14,29% (ytd).

Chief Executive Officer Indo Premier Investment Management, Diah Sofianti mengatakan, gejolak yang terjadi di pasar memang membuat kinerja ETF rentan mengalami penurunan. Terlebih lagi, sebagian ETF memiliki strategi pengelolaan pasif atau dengan kata lain manajer investasi tinggal mereplikasi portofolio indeks acuan produknya.

Strategi ini mirip dengan reksadana indeks. Alhasil, performa ETF yang dikelola seperti itu akan mirip dengan indeks acuannya. “Manajer investasi tetap perlu menjaga tracking error dan memastikan kinerja ETF-nya dekat dengan indeks acuan,” katanya, Senin (10/9).

Managing Director & Chief Investment Officer Pinnacle Investment, Andri Yauhari mengemukakan, ada juga ETF yang menggunakan strategi smart beta yang menggabungkan strategi investasi aktif dan pasif.

Dengan strategi ini, manajer investasi mengupayakan agar kinerja ETF yang dikelolanya tidak turun terlalu dalam. “Kami memiliki 5 ETF yang memakai pendekatan smart beta. Dengan strategi itu kami menargetkan bisa memperolah alpha sekitar 3%-4% dari indeks acuan,” papar Andri, kemarin.

Sementara itu, President & Chief Executive Officer Pinnacle Investment, Guntur Putra menambahkan, pelemahan yang terjadi di pasar keuangan dalam negeri pada dasarnya tidak mengganggu likuiditas ETF.

Memang, di pasar sekunder likuiditas transaksi ETF belum terlalu besar mengingat dealer partisipan yang tersedia masih terbatas. Belum lagi, harga ETF di pasar sekunder bergantung pada besarnya permintaan dan penawaran.

Namun, di pasar primer, likuiditas ETF benar-benar terlihat karena investor bisa mendapatkan harga produk tersebut berdasarkan aset dasar saham-saham yang terdapat pada indeks acuannya. “Likuiditas ETF di pasar primer menggambarkan likuiditas pasar,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×