Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Kondisi pasar saham turut mempengaruhi hasil penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO). Investor yang tengah wait and see membuat beberapa target IPO calon emiten belum tercapai sesuai harapan.
Salah satu yang dikabarkan akan mengurangi porsi saham IPO adalah PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF). Awalnya, GMF berencana melepas 10,89 miliar saham atau setara 30% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dari jumlah itu, 20% sepenuhnya akan dilepas ke pasar. Sementara, 10% sisanya dialokasikan untuk investor strategis.
Namun, dari pemberitaan sejumlah media asing, hanya 10% saham yang dijual ke pasar. Porsi 10% untuk investor strategis juga belum tampak hasilnya. Namun saat dikonfirmasi KONTAN, manajemen GMF masih belum berkomentar karena menunggu pernyataan efektif Otoritas Jasa Keuangan.
Sebelumnya, PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) juga menurunkan target IPO. Perusahaan ini hanya melepas 24% saham, padahal rencana awal ingin melepas 30% atau setara 1,5 miliar saham baru dalam IPO yang dilakukan semester pertama lalu.
Sedang PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) tidak menurunkan porsi IPO. Porsi yang dilepas tetap 207 juta saham atau 15,84% dari modal ditempatkan dan disetor. Tapi, perusahaan menurunkan harga pelaksanaan menjadi Rp 300 per saham dari harga penawaran awal sebesar Rp 650 hingga Rp 960 per saham.
Terlepas dari masalah bisnis, banyak faktor yang menentukan IPO bisa berjalan optimal atau tidak. "Kami melihat, soal minat paling penting," ujar Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital kepada KONTAN, Kamis (28/9).
Faktor global
Faktor global juga menimbulkan ketidakpastian, sehingga membatasi minat investor. Sentimen global yang mempengaruhi di antaranya, rencana The Fed menaikkan suku bunga dan memanasnya hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat.
Kondisi ini membuat investor, terutama asing, beralih ke aset yang lebih aman. "Selama tiga bulan terakhir, asing beralih ke surat utang," imbuh Alfred.
Kondisi ekonomi makro dalam negeri sejatinya masih relatif stabil. Bahkan, valuasi IHSG yang relatif tinggi justru seharusnya membuat calon emiten lebih mudah menjajakan saham IPO. Cuma memang, price to earning ratio (PER) IHSG yang saat ini sudah sekitar 20 kali lebih tinggi dibanding PER sejumlah bursa regional lainnya.
Riska Afriani, Analis OSO Sekuritas, menambahkan, PER calon emiten memang menentukan. Bukan hanya disandingkan dengan IHSG, tapi juga valuasi saham di industrinya. PER saham IPO yang sudah tinggi akan membatasi ruang gerak kenaikannya. Otomatis, potensi keuntungan yang didapat akan mengecil.
Prospek IPO juga dipengaruhi oleh kondisi sektor industri terkait. Alfred mencontohkan, dalam waktu dekat, IPO PT PP Presisi akan digelar. Fundamental induknya, PT PP Tbk (PTPP) sejatinya masih solid. Sayangnya, sentimen positif ini bisa tertutup oleh sentimen negatif yang tengah melanda sektor industri yang digeluti.
Sehingga, tak menutup kemungkinan IPO PT PP Presisi juga menjadi kurang optimal. "Kecuali, jika kinerja PP Presisi lebih baik dari PTPP, margin bisa jauh lebih tebal, maka IPO akan lebih optimal," jelas Riska.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News