Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepekan ini, faktor eksternal berbalik beri sentimen negatif pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Mengutip Bloomberg, di penutupan pasar spot, Jumat (20/9), rupiah menguat 0,04% ke Rp 14.055 per dollar AS. Sementara, dalam sepekan rupiah melemah 0,63%.
Pada kurs tengah Bank Indonesia (BI), sore ini rupiah menguat 0,10% ke Rp 14.085 per dollar AS. Dalam sepekan rupiah melemah 0,97%.
Padahal, sepekan lalu rupiah cenderung bergerak menguat karena tensi perang dagang AS dengan China mereda. Rupiah juga merespon positif Bank Sentral Eropa (ECB) yang memangkas suku bunga acuannya.
Baca Juga: Memaknai polemik CSR PB Djarum
Namun, faktor eksternal kini berbalik menekan rupiah. Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan konflik geopolitik di Timur Tengah kembali membuat pelaku pasar khawatir dan meninggalkan aset berisiko seperti rupiah.
Rupiah pun makin melemah meski The Fed sudah menurunkan suku bunga acuannya. Hal ini terjadi karena The Fed memiliki pandangan hawkish ke depan. "The Fed mengatakan tidak akan pangkas suku bunga lagi dan menyakini pertumbuhan ekonomi AS serta inflasi masih sesuai target," kata Deddy, Jumat (20/9).
Pelemahan rupiah pekan ini juga dipengaruhi oleh aksi profit taking atas rupiah yang terapresiasi di pekan lalu.
Untuk pekan depan, Deddy memproyeksikan rupiah akan bergerak konsolidasi sambil menanti perkembangan geopolitik di Timur Tengah. "Belum ada data ekonomi yang signifikan menggerakkan rupiah maupun dollar AS di pekan depan, fokus pelaku pasar ke geopolitik," kata Deddy.
Selain itu, pelaku pasar juga akan lebih berhati-hati di pekan depan dalam menanti perkembangan negosiasi AS dan China serta daftar kabinet baru Presiden RI, Joko Widodo. Deddy memproyeksikan rupiah berada di rentang Rp 14.010 per dollar AS hingga Rp 14.130 per dollar AS.
Senada, Kepala Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan pergerakan rupiah di pekan depan masih akan konsolidasi.
Baca Juga: Fitch sematkan peringkat 'AAA' stable pada obligasi BCA Finance
Enrico optimistis di tengah data ekonomi yang sepi rupiah berpotensi menguat karena pasar keuangan global masih membeli aset dengan yield negatif. Dengan begitu, aset dalam negeri yang menawarkan imbal hasil cukup tinggi bisa menarik dana asing masuk dan menyokong penguatan rupiah.
Hanya saja, jika perkembangan negosiasi AS dan China berujung pada tidak adanya kesepakatan maka rupiah berpotensi terdepresiasi. Enrico memproyeksikan rupiah pekan depan di rentang Rp 14.000 per dollar AS hingga Rp 14.150 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News