Reporter: Aris Nurjani | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten telekomunikasi mengalami pergerakan bervariatif sejak awal tahun hingga sekarang (year-to-date/YtD). Sektor telekomunikasi menjadi salah satu sektor defensif di tengah pandemi karena banyak kegiatan yang beralih dari offline menjadi online sehingga meningkatkan penggunaan data internet.
Harga saham perusahaan telekomunikasi Indonesia naik rata-rata 40% pada tahun 2021. Secara kinerja ytd, saham emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) tercatat telah menguat +22%. Sementara emiten lainnya yakni PT XL Axiata Tbk. (EXCL) menguat +16%, PT Indosat Tbk. (ISAT) menguat +57% (termasuk DPS khusus).
Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan mengatakan sekarang berbagai sektor mulai beralih ke digitalisasi. Menurutnya, permintaan terhadap data internet masih akan tinggi.
Di tengah maraknya akuisisi dan merger Ia menilai kompetitor akan berkurang jadi persaingan industri lebih sehat, tentu saja ARPU bakal lebih sehat. "Perang harga bisa diminimalisasi karena menjadi pasar oligopoli, cuma dikuasai 3 pemain besar yakni telkomsel, isat, excl," kata Steven, Jumat (11/3).
Sementara Analis Samuel Sekuritas Paula Ruth menyampaikan merger antara Indosat dan Hutchinson Tri telah efektif dari bulan Januari 2022 sehingga dapat membantu industri telekomunikasi di Indonesia menjadi semakin sehat dalam jangka panjang.
Baca Juga: Menilik Prospek Pasar Saham Indonesia di Tengah Inflasi AS dan Suku Bunga The Fed
Seiring perkembangan teknologi, Paula mengatakan pertumbuhan industri telekomunikasi mulai semakin didominasi oleh penggunaan data internet untuk melakukan berbagai aktivitas. "Kami melihat pertumbuhan pendapatan dari mobile data masih cukup baik, salah satunya dilatarbelakangi oleh peningkatan pengguna smartphone di Indonesia," kata Paula
Analis CGS CIMB Sekuritas Foong Choong Chen mengatakan pertumbuhan pendapatan seluler industri akan menguat sebesar 4,4% pada 2022F. "Untuk saat ini, persaingan akan mereda, walaupun TLKM, Smartfren dan XL menaikkan harga atau mengambil inisiatif untuk mengangkat ARPU," ujar Foong dalam riset.
Steven menyampaikan dengan upaya yang dilakukan pemerintah seperti mendorong digitalisasi di berbagai sektor usaha terutama UMKM ini akan berdampak ke industri telekomunikasi.
Senada, Paula menilai dengan adanya percepatan adopsi digital lifestyle beberapa tahun terakhir, seperti work from home, study from home, dan e-commerce, juga menyebabkan connectivity service semakin kritikal dalam kehidupan sehari-hari. "Tren tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan ARPU secara bertahap dari pengguna mobile data di masa depan," kata Paula
Foong mengatakan kami tetap Overweight di sektor telekomunikasi Indonesia, karena perusahaan telekomunikasi siap untuk memberikan pendapatan yang sehat sebesar 4% yoy di 2022F.
"Kami memperkirakan pendapatan layanan seluler industri Indonesia (berdasarkan 3 Besar) telekomunikasi, yaitu TLKM, ISAT-H3I dan XL) tumbuh lebih kuat 4,4% pada 2022F, mengikuti perkiraan rebound 2,3% pada 2021F (2020: +0,6%)," ujar Foong
Steven mengatakan EXCL dan TLKM menjadi pilihan tetapi harus melihat kembali per emiten. "Misal, ISAT udah ending buat dividend yieldnya, kini, investor menantikan post-merger impact, sesuai ekspektasi ga dan TLKM kan MTEL udah IPO, jadi financing TLKM bisa terbuka lebar, sedangkan EXCL, next growth driver dari XL satu, tapi ga bisa berharap dari div.yield, sebab historisnya memang mini," ucap Steven
Foong memilih XL untuk pertumbuhan pendapatan yang kuat dan FY22F EV/OpFCF yang menarik valuasi, disusul oleh TLKM, LINK dan Smartfren (FREN).
"Saat kami melihat ISAT merger dengan H3I secara positif, kami memiliki peringkat Tahan di ISAT karena harga sahamnya meningkat secara substansial dan kami melihatnya tergelincir kembali ke kerugian bersih inti di FY22-23F," ucap Foong.
Steven menjadikan PT XL Axiata Tbk (EXCL) sebagai top pick, lantaran TLKM sedang menunggu rilis hasil FY21 sebab TP sebelumnya udah terlampaui.
"Estimasi TP baru buat TLKM yaitu Rp 4800-4900 memfaktorkan ekspektasi inlinenya kinerja FY21, peningkatan marjin, ekspektasi longgarnya tingkat persaingan di industri seiring berkurangnya satu pemain," tutur Steven.
Baca Juga: Ini Strategi Mitratel Menembus Target Kenaikan Pendapatan 10% Tahun 2022
Steven merekomendasikan EXCL beli dengan target harga Rp 3.700. Alasannya seiring hasil FY21 yang relatif in-line dan profitabilitas yang baik, yang ditandai dengan peningkatan margin Laba Operasional dan margin Laba Bersih Normalisasi FY21 sebesar 62,6% YoY di tengah meningkatnya persaingan di industri.
"Di samping kemampuannya untuk secara signifikan menumbuhkan Laba Bersih, kami berpandangan bahwa akuisisi terhadap 66,03% saham LINK akan menjadi langkah selanjutnya untuk membawa visi perusahaan merintis layanan konvergensi pertama di Indonesia dengan produk 'XL SATU', yang menyatukan layanan internet berbasis serat optik dengan layanan berbasis seluler," ujar Steven
Sementara Paula memilih PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). sebagai top pick. karena berfokus secara jangka panjang pada sejumlah faktor positif seperti Indihome sebagai market leader dengan skala ekonomis, Industri telekomunikasi yang lebih sehat setelah merger Indosat-Tri dan Neraca TLKM yang kuat.
Paula rekomendasi Buy untuk TLKM dengan target Buy di level Rp 5.000. Alasannya, sebagai market leader industri telekomunikasi di Indonesia.
Sedangkan Foong memilih PT XL Axiata Tbk (EXCL) sebagai top pick dengan target Buy di angka Rp3.550, dengan alasan percaya XL Axiata bisa berada di posisi yang baik untuk memanfaatkan data Indonesia yang kuat potensi pertumbuhan penggunaan karena tingginya bauran pendapatan data dan eksposur di luar Jawa. Sebagai yang terakhir menuju profitabilitas, Margin EBITDA FY22-24F XL yang seharusnya terus melebar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News